Kalangan Istana Presiden melihat ada pra kondisi untuk mendiskreditkan pemerintah terkait informasi hoax kedatangan 10 juta buruh atau penduduk dari Republik Rakyat China, yang "panas" beberapa waktu lalu.
Hal ini disampaikan Deputi IV Kantor Staf Presiden bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi, Eko Sulistyo, dalam diskusi "Memerangi Hoax, Memperkuat Media Siber Nasional" di arena World Press Freedom Day 2017 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (1/5).
Eko mengatakan, pihaknya mencium pra kondisi untuk membuat pemerintahan Joko Widodo identik dengan China. Kalau sudah pro China, maka akan dekat dengan ideologi komunis mengingat negara itu dikelola Partai Komunis. Lalu, ujungnya, akan tercipta persepsi bahwa pemerintahan Jokowi anti Islam.
"Isu itu (kedatangan buruh China) bagian dari pra kondisi mengontruksikan pemerintah pro China. China dikelola partai komunis, dan kalau komunis pasti anti islam. Ini pra kondisi pada tiga isu itu. Ini yang kami lihat ke depan, dan akan diikuti hoax-hoax yang lain," ungkap Eko.
Menurut Eko, hoax semacam itu sangat mudah diterima oleh masyarakat. Karena itu, pemerintah memiliki komitmen memerangi hoax. Bahkan, Presiden Jokowi sendiri kerap mengajak para pemuda Indonesia, di dalam maupun di luar negeri, untuk menggunakan platform media sosial secara positif.
Eko katakan, pemerintah sudah melakukan banyak hal untuk memerangi hoax. Pemerintah menganggap, pendekatan hukum atau pemblokiran situs internet penyebar hoax saja tidak cukup efektif.
"Ada pendekatan lain yang sifatnya bisa lebih holistik, misalnya pendekatan literasi," terangnya.
Dia juga berpesan kepada jajaran media massa nasional agar tidak menjadikan rating sebagai berhala. Dia mengingatkan bahwa misi sosial dari media massa sangat penting untuk memberi informasi dan mencerdaskan masyarakat.
"Kalau terjebak adagium bad news is good news, maka media bisa jadi bagian penyebar hoax, tidak menjadi alarm, tidak mencerminkan media literasi," imbaunya.
[ald]