PT Kereta Api Indonesia (KAI) urung melaksanakan penggusuran sejumlah rumah warga di Manggarai, Jakarta Selatan. Warga dan PT KAI tidak mencapai kesepakatan terkait sejumlah hal.
Aktivitas warga RT1 RW 12 dan RT2 RW 12, Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan kembali berjalan seperti biasa.Tak ada lagi blokade jalan seperti Rabu lalu. Kemarin, Jalan Saharjo Isudah nyaman dilintasi warga, meski di bagian depan, masih tampak sisa-sisa blokade yang terbuat dari seng, ban bekas, dan sejumlah pot tanamanhias.
Sejumlah spanduk masih ditempel di jalan selebar sekitar empat meter tersebut. Pantauan
Rakyat Merdeka, kemarin, tak kurang ada delapan spanduk yang dipasang warga.
Salah satu spanduk berbunyi "TANAH INI MILIK KAMI!!! PERAMPASAN HAK ATAS TANAH MELANGGAR HAM". Sementara spanduk lainÂnya berbunyi "BATAS TANAH KEPEMILIKAN WARGA RW 12 MANGGARAI, Silakan Ambil Tanah Anda, Jangan Ganggu Tanah Kami". Semuanya dibuat TEAM IX WARGA RW 12 MANGGARAI.
Beberapa spanduk lainnya berisi imbauan kepada aparat TNI maupun Polri, agar tidak membantu PT KAI melakukan penggusuran. Spanduk-spanduk tersebut dipasang sekitar 40 meÂter dari pintu masuk, atau batas tanah yang diklaim sebagai milik warga. Sementara sebuah Surat dari Komnas HAM berukuran besar, ditempel di rumah salah seorang warga.
Di jalan tersebut, pekerjaan proyek di sekitar Stasiun Manggarai tetap berjalan. Sejumlah pekerja tetap keluar masuk gerÂbang proyek yang terbuat dari seng. Gerbang tersebut berada di sebelah kiri jalan masuk Saharjo I. Tak tampak aparat sipil, polisi maupun militer yang berjaga.
Ruhendi, warga RT 2 RW 12 Kelurahan Manggarai, mengatakan, suasana jelang rencana penggusuran Rabu lalu menunÂjukkan arogansi PT KAI. Kata dia, hari itu merupakan hari penentuan yang ditetapkan PT KAI, yakni tanggal 25 April 2017 pukul 23.59, untuk melakukanpenggusuran.
"Kami tunggu, dan ternyata pada pagi hari, mereka memÂbawa berbagai pasukan, kurang lebih ada 18-20 mobil. Hari Rabu kami siap semua. Apapun akan kami hadapi karena kami merasa benar," kata Ruhendi.
Dia protes keras terhadap PT KAI. Menurutnya, aparat negara tidak bisa dipakai untuk diadu melawan masyarakat. Aparat, kata dia, harus dipakai untuk meÂlindungi warga yang tertindas.
"Jadi, hari Rabu sudah meÂdiasi. Saya anggap pihak mereka baik hati mau berdialog memÂbahas berbagai hal. Hasilnya, mereka mundur dan mau bicara ke atasannya. Menjelang siang, kami tetap tunggu, standby dan waspada. Memang, kami lihat mobil pasukan ditarik mundur," jelas Ruhendi yang mengenakan kaos merah.
Saat mediasi dilakukan, samÂbung Ruhendi, warga tidak ikut dilibatkan karena sudah diwakilkan. Namun, lanjutnya, warga tetap diberitahu mengenai hasil mediasi tersebut. Kata dia, perwakilan PT KAI akan memÂbicarakan lebih lanjut dengan pejabat berwenang.
Namun, ditariknya pasukanyang ikut dalam rencana penggusuran, tidak membuat Ruhendi dan sejumlah warga setempatmengurangi kewaspadaan. Karena, berdasarkan pengalaman yang didapat Ruhendi, ada berÂbagai macam cara yang dipakai untuk melakukan penggusuran. Dia bilang, warga belajar dari hal tersebut.
Terkait sosialisasi yang diÂlakukan PT KAI, Ruhendi meÂnambahkan, warga tidak pernah menerima Surat Peringatan ke-3 (SP3). Adapun warga baru mengetahui adanya SP3 setelah mendapatkan informasi dari salah satu media nasional.
"Jadi, media tersebut telah konfirmasi dengan PT KAI. Kita tahu dari foto WA saja dan sampai sekarang tidak turun ke kami. Kami punya foto, tapi warga tidak menerima. Isinya, sama seperti SP2 yang berlaku sampai 25 April. SP3 isinya sama dan jatuh temponya sama juga. Kami tidak terima dan tidak akan terima," tegasnya.
Ruhendi menuturkan, sejumlah pihak ikut memberikan bantuanpendampingan dan dukungankepada warga. Salah satunya, yakni seorang anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta yang dua kali datang ke wilayah mereka.
"Ada anggota Komisi A DPRD DKI yang dua kali daÂtang. Intinya, beliau memberiÂkan jalan dan motivasi seseuai dengan aturan. Beliau bilang, warga untuk sabar dan menemÂpuh jalur hukum karena warga pumya hak," terangnya.
Lebih lanjut, menurut Ruhendi, nilai ganti rugi dari PT KAI bukan persoalan utama. Menurutnya, inti persoalannyaadalah, sosialisasi yang dilakukan PT KAI. Kata dia, warga tidakpernah diajak bicara mengenai rencana penggusuran sejumlah rumah di wilayah tersebut.
"Jadi, kami tidak membicaraÂkan berapa rumah kami diganti. Masalahnya, ini tanah kami, siÂlakan PT KAI datang baik-baik. Kalau KAI mengklaim punya Sertifikat Nomor 47 Tahun 1988, itu menurut tim pendamping kami dari PBHI, sudah kadaluÂwarsa," ujarnya.
Sebelumnya, lanjut Ruhendi, pada 2006 dan 2010 lalu, renÂcana penggusuran sudah pernah mengemuka. Namun saat itu, soÂsialisasi berjalan lebih baik daripada saat ini. Kata dia, perwakilan PT KAI datang dan berbicara baik-baik dengan warga.
"Saya merasa, kali ini paling arogan. Saya tinggal di wilayah ini dari tahun 1991. Rumah yang saya tempati milik mertua saya, dan sudah dibangun sejak 1950-an. Kami bayar kewajiban sebagai warga negara, tiba-tiba ada yang mengklaim katanya tanah mereka. Padahal, yang seharusnya disertifikasi kami, karena ada undang-undang yang mengatur," sesalnya.
Warga, tambahnya, tidak anti dengan pembangunan. Karena pembangunan merupakan salah satu jalan untuk menyejahterakan masyarakat. Namun, dia bilang, harus dilihat juga dampak negatif dari penggusuran. "Banyak efek negatifnya," tuturnya.
Total ada 11 rumah yang terkena rencana penggusuran di RW 12 , Kelurahan Manggarai. Lima rumah berada di RT 1, seÂdangkan enam rumah berada di RW 2. 11 rumah tersebut diapit, atau berada di tengah-tengah deretan rumah warga lainnya.
Dari pantauan, empat dari lima rumah di RT 1 merupakan tempat tinggal warga. Sedangkan satu rumah lainnya merupakan tempat usaha pangkas rambut. Rumah-rumah di RT ini terbiÂlang berukuran kecil, namun beberapa memiliki dua lantai.
Di RT 2, dari enam rumah, seluruhnya merupakan hunian warga. Tidak satu pun yang dijadikan tempat usaha. Semua bangunannya berlantai dua. Rata-rata lebar bagian depannya sekitar tiga meter. Rumah-rumah di wilayah tersebut sangat padat dan berdempetan tembok satu sama lain.
Di dekat rumah-rumah yang terkena rencana penggusuran di RT 1, warga mendirikan sebuah posko untuk meningkatkan keÂwaspadaan. Poskonya beratap terpal. Di bawahnya terdapat deÂlapan bangku plastik dan sebuah bangku tempel berbahan kayu.
Saat disambangi, sejumlah warga sedang berjaga di posko tersebut. Sementara sejumlah warga standby di posko terseÂbut. Sebuah dispenser lengkap dengan airmineral galon, disediakan bagi warga yang berjaga. ***