. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali melancarkan serangan besar militer ke kawasan Timur Tengah.
Kamis malam (13/4), militer AS menjatuhkan bom non-nuklir paling kuat yang mereka miliki menargetkan kelompok Islamic State atau ISIS di Afghanistan.
Bom bernama GBU-43 itu pertama kalinya digunakan oleh militer AS.
Berjulukan "ibu dari semua bom", bom itu dijatuhkan pada pukul 19.32 waktu setempat, menurut empat pejabat militer AS yang berkaitan langsung dengan misi.
Bom dijatuhkan oleh pesawat MC-130 yang ditempatkan di Afghanistan dan dioperasikan oleh Komando Operasi Khusus Angkatan Udara. Demikian juru bicara Pentagon, Adam Stump, menjelaskan kepada
CNN.Presiden Donald Trump memuji serangan tersebut dan menyebutnya sebagai "pekerjaan yang sukses" .
"Kami sangat bangga pada militer kami, ini misi yang sangat sukses," ujar Trump kepada wartawan, di Gedung Putih.
Para pejabat mengatakan target bom itu adalah gua dan terowongan di komplek ISIS di distrik Achin provinsi Nangarhar, daerah terpencil di timur negara itu yang berbatasan dengan Pakistan.
"Amerika Serikat memerangi ISIS dengan sangat serius dan untuk mengalahkan kelompok itu, kita tidak boleh memberi ruang. Itu yang kami lakukan," kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Sean Spicer.
Duta Besar Afghanistan untuk AS, Hamdullah Mohib, mengatakan kepada
CNN, bom dijatuhkan setelah pertempuran intensif selama seminggu terakhir antara Pasukan Khusus AS bersama pasukan Afghanistan melawan ISIS.
"Pasukan AS dan Afghanistan tidak dapat bergerak lebih jauh karena ISIS telah mengepung daerah kekuasaannya dengan bahan peledak, sehingga bom dijatuhkan untuk membersihkan terowongan," kata Mohib.
Trump sendiri tidak mau terang-terangan mengakui dirinya yang memberi perintah atau persetujuan terhadap serangan bom tersebut.
"Semua orang tahu persis apa yang terjadi. Jadi, apa yang saya lakukan adalah saya mengotorisasi militer kita," ujarnya kepada wartawan.
Seorang pejabat senior pemerintah menolak untuk membuka sejauh mana keterlibatan Presiden dalam memerintahkan serangan di Afghanistan.
Pejabat tersebut mengatakan bahwa secara umum militer AS tidak menyetujui setiap serangan. Namun, ia menyebut pemerintahan Trump telah bergerak "lebih jauh".
[ald]