Pertarungan politik memperebutkan kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta bisa dikatakan sangat brutal.
Pandangan itu disampaikan pakar komunikasi politik, Effendi Gazali, saat menjadi pembicara dalam diskusi publik dalam rangka Dies Natalis ke-56 Universitas Prof DR Moestopo (Beragama) dengan tema "Demokrasi Kebangsaan di Republik Sosial Media", di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (23/3).
"Pilgub DKI itu 'luber', tapi menurut saya bukan langsung umum bebas dan rahasia melainkan langsung umum dan brutal," kata Effendi, dikutip RMOL Jakarta.
Menurut dia, dua kubu yang bertarung memanfaatkan media sosial untuk melakukan serangan kepada pihak lawan masing-masing secara membabibuta.
Masing-masing pihak memiliki tim media sosial yang berperan menjelaskan program yang diusung. Namun, sekaligus melakukan kampanye hitam dengan berbagai cara lewat teknologi informasi. Bahkan, sebagian dari intrik tersebut berujung laporan polisi.
"Tidak berlebihan kalau saya katakan sebagai brutalisme," kata Effendi.
Bisa jadi, lanjutnya, jumlah warga yang mencoblos di putaran dua 19 April mendatang akan lebih besar dibanding putaran pertama.
"Peranan medsos juga dimanfaatkan untuk merebut suara dari mantan pendukung Agus-Sylvi sekitar 17 persen, serta 22 persen kelompok masyarakat yang golput dan belum punya sikap," katanya.
[ald]