Berita

Ilustrasi/Net

Hukum

6 Senator Gugat Tatib DPD RI Ke Mahkamah Agung

KAMIS, 09 MARET 2017 | 10:38 WIB | LAPORAN:

Irmanputra Sidin mewakili sejumlah senator mendaftarkan permohonan judicial review atau uji materiil tentang Peraturan DPD RI ke Mahkamah Agung RI.

Para senator yang diwakilinya adalah Anang Prihantoro, Marhany Victor Poly Pua, Djasarmen Purba, H.M. Sofwat Hadi, Denty Eka Widi Pratiwi, dan Anna Latuconsina.

"Peraturan DPD RI Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Tata Tertib DPD-RI bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan lebih tinggi, yaitu Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ujar kuasa hukum keenam senator dimaksud.


Menurutnya, peraturan Tatib DPD telah menyimpang dari prinsip hukum, sebagaimana Pandangan Mahkamah Agung saat audiensi Pansus Tatib DPD RI di Jakarta pada tanggal 16 Desember 2016 lalu. Pada prinsipnya Peraturan Tata Tertib DPD tidak bisa berlaku surut.


"Hanya undang-undang yang bisa berlaku surut dan itupun hanya terlimitasi pada kejahatan HAM berat," kata Irman, menekankan.

Irman menerangkan, salah satu poin paling penting dari permohonan Judicial Review ini bahwa keputusan paripurna DPD yang memangkas masa jabatan pimpinan DPD dan memberlaku surutkan kepada pimpinan DPD yang sedang menjabat 2014-2019  adalah membahayakan stabilitas ketatanegaraan dan ancaman tersendiri terhadap kekuasaan Presiden yang sedang berjalan.

"Tentunya, praktek ketatanegaraan ini bisa menular kepada lembaga politik DPR dan MPR hingga DPRD," ujanya.

Di saat parlemen tidak memiliki alasan memberhentikan presiden/wakil presiden, maka para kekuatan politik akan menggunakan rezim legislasi/regulasi dengan melakukan perubahan UUD 1945.

"(Caranya) dengan memangkas masa jabatan presiden/wakil presiden dari lima tahun, menjadi empat tahun, tiga tahun, 2,5 tahun, dua tahun, satu tahun, bahkan hitungan bulan dan minggu sesuai selera politik mayoritas yang terbangun," urainya.

Oleh karenanya putusan MA, menurut Irman, sangat dinantikan sesegera mungkin guna menghentikan parktek ketatanegaraan yang hanya bersandarkan pada hukum rimba politik

"Siapa yang kuat maka dialah yang menang, dengan mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang ada khususnya UU No 12/2011 Tentang Pembentukan peraturan perundang-Undangan," imbuh Irman.[wid] 

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya