Berita

Net

Politik

SP PLN Minta Jokowi Evaluasi Sofyan Basir Cs

KAMIS, 23 FEBRUARI 2017 | 21:53 WIB | LAPORAN:

Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengaku sudah mendengar adanya pejabat yang terindikasi menaikkan savings atau kinerja keuangan PLN tahun 2016 agar sama dengan tahun 2015 lalu. SP PLN menyayangkan tindakan mengutak-atik laporan kinerja PLN yang tidak menggambarkan kondisi nyata perusahaan sesungguhnya saat ini.

"Saya dengar saat ini sedang berkumpul teman-teman akuntansi dari daerah-daerah di PLN pusat. Termasuk bagaimana membuat PLN labanya naik, jadi tidak real. Seperti zamannya PLN masih dipimpin oleh orang PLN sendiri. Pada saat itu, pelaporannya apa adanya," jelas Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/2).

Dia menjelaskan, tahun 2016 lalu, setelah direksi dipimpin Direktur Utama Sofyan Basir dan kelompoknya, ada indikasi elite PLN untuk menaikkan kinerja seolah-olah bagus. Salah satunya dengan mengeluarkan ISAK 8 dalam pelaporan laba rugi perusahaan. Padahal, ISAK 8 itu selalu masuk dalam pelaporan keuangan PLN. Hingga saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga belum menyetujui ISAK sebagai kebijakan yang dikeluarkan direksi PLN tersebut.


"Untuk tahun ini entah apalagi yang dibuat sehingga seolah-olah laba PLN naik atau minimal sama dengan tahun lalu. Melalui utak-atik laporan keuangan," ujar Jumadis.

Menurutnya, banyak terobosan yang bisa dilakukan PLN dalam meningkatkan kinerja ketimbang hanya dengan mengutak-atik laporan keuangan. Pertama, mengurangi pemakaian energi primer mahal seperti bahan bakar minyak (BBM).

"Namun sampai saat ini justru tumbuh pembangkit diesel baru serta Mobile Power Plant (MPP) yang menggunakan BBM. Di samping itu berusaha agar harga gas alam dibeli PLN lebih wajar. Sampai saat ini harga gas alam yang dibeli PLN lebih mahal dari PLN Malaysia. Bila ini dilakukan, PLN bisa hemat Rp 30 triliun per tahun," beber Jumadis.

Kedua, lanjutnya, menghilangkan take or pay pada kontrak listrik swasta yang merugikan PLN. Serta mengendalikan dominasi Independent Power Producer (IPP) PLN. Karena dominasi IPP dan take or pay, maka program pengadaan listrik 35.000 Megawatt dari total 42.900 Megawatt berpotensi mengalami kerugian Rp 140 triliun per tahun.

"Karena dari take or pay di sistem Sumsel saja saat ini PLN berpotensi rugi Rp 500 miliar per tahun. Karena pembangkit PLN yang murah disetop atau turun beban, sementara IPP yang mahal dioperasikan," ujar Jumadis.

Terakhir, PLN perlu menghentikan penyerahan pekerjaan kepada perusahaan lain yang merupakan core bisnis. Penyerahan ini menyebabkan adanya penambahan biaya bagi PLN. Selain itu, SP PLN juga meminta jajaran direksi dalam melakukan penunjukkan pejabat harus sesuai dengan kompetensi. Bukan karena faktor kedekatan dan ungkapan asal bapak senang (ABS).

"Bila pejabat yang ditunjuk tidak paham dengan bidangnya maka yang bersangkutan berpotensi merugikan PLN. Misalnya terkait perjalanan dinas yang mewajibkan menggunakan hotel berbintang menambah biaya penginapan menjadi dua kali lipat, karena lebih mahal dari sebelumnya," jelas Jumadis.  

Untuk itu, SP PLN berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera melakukan evaluasi terhadap jajaran direksi PLN.  

"Secara real, kinerja direksi PLN saat ini tidak menunjukkan peningkatan malah semakin merosot. Sehingga kita minta presiden untuk mengevaluasinya," tegas Jumadis. [wah]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya