Berita

Patrialis Akbar/Net

Hukum

Kasus Patrialis Hilangkan Kredibilitas Putusan MK

SENIN, 06 FEBRUARI 2017 | 22:41 WIB | LAPORAN:

Penyidikan kasus suap yang menimpa mantan hakim konstusi Patrialis Akbar mulai mengungkap silang sengkarut kepentingan di balik sebuah produk hukum. Apalagi, jika produk hukum tersebut langsung berdampak pada sektor bisnis tertentu yang menggiurkan.

Diketahui, Patrialis Akbar tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) lantaran menerima suap untuk memuluskan uji materi atas UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Di mana, pada pasal 36C mengatur impor daging boleh dari zona yang dinyatakan sehat dari negara tertentu. Sebelum adanya aturan itu, sumber impor ditentukan berdasarkan negara, sementara pada undang-undang tersebut hanya berdasarkan zona dari suatu negara.

Pengamat hukum tata negara Universitas Al Azhar Rahmat Bagja mencontohkan, dulu impor sapi dari India dilarang karena penyakit mulit dan kuku, tetapi sekarang impor diperbolehkan dari zona tertentu di India yang sudah dinyatakan bebas penyakit.
 

 
Menurutnya, implikasi dari pasal tersebut adalah terbukanya alternatif sumber impor daging. Jika aturan sebelumnya akhirnya menghasilkan situasi Indonesia hanya boleh mengimpor dari Australia dan New Zealand, kini daging bisa masuk dari berbagai negara selama memenuhi pesyaratan kesehatan dan tata laksana impor. Tidak hanya India, negara seperti Brazil, Argentina, dan Meksiko mulai disebut-sebut sebagai negara sumber impor.

"Di sini hukum ekonomi berlaku. Jika penawaran banyak tentu harga bergerak turun. Konsumen diuntungkan. Yang selama ini menikmati margin yang tinggi karena impor yang terbatas, yang menyebabkan penawaran terbatas dan harga mahal tentu tidak happy dengan UU 41/2014," bebernya kepada wartawan di Jakarta, Senin (6/2).

Bagja menjelaskan, ongkos terbesar dari kasus suap itu adalah hilangnya kredibilitas putusan Mahkamah Konstitusi yang akan dibacakan.

"Serba salah. Apapun putusannya, masyarakat keburu tidak percaya karena sudah dianggap masuk angin," ujarnya.

Dia mengakui bahwa keputusan MK diambil bukan hanya oleh Patrialis Akbar. Karena itu, bukan tidak mungkin diperlukan pengusutan dugaan keterlibatan hakim konstitusi lain dalam kasus tersebut.

"Saya tidak mau berandai-andai karena putusan itu belum keluar. Tapi, kita bisa rasakan dilemanya. Jika pasal 36C dinyatakan tidak berlaku berarti menguntungkan pihak tertentu, begitu juga sebaliknya. Masyarakat bisa mencium aroma persaingan bisnis yang keras dalam kasus ini. Saya belum tahu bagaimana mekanisme MK keluar dari kondisi dilematis ini. Apakah akan diadakan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) ulang atau bagaimana," papar Bagja.

Ditambahkannya, kasus Patrialis Akbar adalah puncak dari gunung es. Kalau proses lobi yang berbentuk suap yang dilakukan oleh perusahaan berhasil maka yang terjadi adalah harga daging akan melonjak kembali. Ke depan, Indonesia akan kembali didikte oleh Australia, Selandia Baru dan jejaring pengusaha impor tertentu saja.

"Ujungnya yang paling dirugikan adalah konsumen, karena harus membayar lebih mahal," tandas Bagja. [wah]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya