Berita

Dahlan Iskan/Net

Hukum

Saksi Dari Jaksa Ditertawakan

Sidang Dahlan Persoalkan Nilai Jual Tanah Rp 40 Miliar
RABU, 01 FEBRUARI 2017 | 10:01 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Dakwaan jaksa terhadap Dahlan Iskan terus terbantahkan dengan sendirinya di persidangan. Salah satunya terkait kesimpulan bahwa tanah PT Panca Wira Usaha di Kediri yang dilepas nilainya setara Rp 40 miliar. Ternyata nilai tersebut didapat tanpa dasar dokumen yang valid.

Penaksiran nilai tersebut dilakukan oleh orang yang belum bersertifikat. Nilai Rp 40 miliar muncul dari proses appraisal yang ngawur.

Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan Dahlan di Pengadilan Tipikor Surabaya, kemarin.


Jaksa menghadirkan enam orang saksi. Mereka adalah Masepti Prahestien (karyawan Maybank), Bambang Eko SBW (karyawan Maybank), Najib Katuju (Lurah Balowerti), Suwarso Suprasetyo (staf Kelurahan Balowerti), Djamil (mantan karyawan PT Keramik Tulungagung), dan Sutopo (mantan karyawan PT Keramik Tulungagung).

Pihak Maybank dihadirkan sebagai saksi di persidangan karena dalam proses penyidikan mereka memang dimintai keterangan. Kejati memang berupaya dengan berbagai cara mengkonstruksikan bahwa aset PT PWU di Kediri dijual dengan harga yang tidak wajar ke PT Sempulur Adi Mandiri (SAM). Tanggung jawab terhadap nilai penjualan aset itu lantas dialamatkan pada Dahlan.

Pihak Maybank (dulu bernama BII), memang pernah memberikan kredit pada PT Sempulur Adi Mandiri (SAM) sebesar Rp 12,5 miliar. Pengajuan kredit itu terjadi pada 2004 atau setahun setelah terjadi proses jual beli antara PT PWU dan PT SAM.

Dalam pengajuan kreditnya, PT SAM menjadikan tanah yang dibeli dari PT PWU sebagai agunan. Maybank menafsir aset yang menjadi agunan nilainya Rp 40,54 miliar. Nah, cara penaksiran itulah yang menjadi bahan tertawaan di pengadilan.

Saksi Masepti yang dihadirkan dalam sidang ternyata bukan pihak yang menangani langsung mengajuan kredit PT SAM. Dia hanya pegawai bagian back office. Lingkup kerjanya bidang inkaso dan transfer. Sama sekali tidak terkait pemprosesan kredit.

Saat ditanya bagaimana bisa melakukan proses kredit yang diajukan PT SAM, sedangkan dia itu bukan tugasnya, Masepti tidak bisa menjawab. Dia hanya tahu sepintas tentang proses pengajuan kredit PT SAM.

"Agunannya tanah kosong atas nama PT Nabatiyasa. Karena memenuhi syarat, diberi kredit," katanya. Masepti juga tidak bisa menyebutkan siapa orang dari PT SAM yang datang mengajukan kredit.

Kualitas kesaksian Masepti yang seperti itu membuat pengacara Dahlan, Agus Dwi Warsono ragu. Agus sempat mempertanyakan bagaimana perempuan kelahiran 7 Desember 1968 itu bisa menjelaskan proses kredit yang diajukan PT SAM sebagaimana tertuang dalam BAP. "Saya hanya baca di document file. Tapi tidak tahu pada saat kejadian," ujarnya.

Dalam BAP memang Masepti menjelaskan seolah seperti pihak yang menangani langsung pengajuan kredit PT SAM. Bahkan, pada BAP poin 11, Masepti memberikan pendapatnya tentang nilai penaksiran bak seorang ahli.

Pada BAP No.11 tersebut Masepti ditanya jaksa apakah tanah PT SAM jika ditaksir dengan nilai Rp 11 miliar termasuk murah? Dia menjawab murah karena letak aset PT SAM strategis.

Pertanyaan jaksa itu seolah mengkonstruksikan penjualan aset PT PWU ke PT SAM sangat murah. Padahal, kondisi aset saat dijual PT PWU dengan saat PT SAM mengagunkan ke Maybank sangat jauh berbeda.

Saat aset dijual PT PWU ke PT SAM, sertifikat hak guna bangunan (SHGB) mati. Saat itu tanah juga tengah dalam penguasaan mantan karyawan. Sedangkan saat PT SAM mengagunkan ke Maybank, SHGB-nya sudah hidup. Saat itu tanah juga sudah kosong. Sepenuhnya dalam penguasaan PT SAM.

Keterangan dari rekan Masepti, Bambang Eko SBW juga sangat menggelikan. Ternyata Bambang yang bertindak sebagai appraisal internal di Maybank saat melakukan penaksiran tidak mengantongi sertifikasi. Sehingga cara dia melakukan penaksiran pun jauh dari tindakan profesional.

Misalnya, proses appraisal yang dilakukan dengan dasar SHGB nomer 154 atas nama PD Nabatiyasa yang sudah mati. Fakta tersebut membuat pengacara Dahlan tersenyum. Sebab hasil appraisal semestinya menjadi dasar pemberian kredit. "Kok bank berani memberikan kredit dengan jaminan sudah mati?" tanya Agus.

Bukan itu saja, Agus juga mempertanyakan alasan appraisal yang dilakukan Bambang menggunakan dokumen yang berbeda. Kredit diajukan PT SAM, tapi agunan yang diajukan SHGB atas nama PD Nabatiyasa.

Dalam melakukan penilaian, Bambang ternyata juga sekadar bertanya secara lisan pada penduduk di sekitar lokasi tanah yang ditaksir. Dia juga mengaku sempat bertanya tentang harga pada orang yang ditemuinya di lokasi. Bambang menyebutnya orang tersebut tim penilai independen.

Kuasa hukum Dahlan lainnya, Indra Priangkasa sempat sangsi dengan keterangan Bambang. Dia menanyakan bagaimana mengetahui orang yang ditemuinya di lokasi merupakan tim penilai independen.

"Kok anda tahu yang anda temui itu tim independen?" tanya Indra. "Saya hanya bertemu di lokasi, dia (appraisal independen, Red) sedang foto-foto di lokasi," jawab Bambang.

Jawaban tersebut kembali memicu tawa pengunjung. Indra mengatakan, jika hanya foto-foto, tidak bisa dijadikan dasar menyimpulkan apakah orang tersebut berstatus tim appraisal independen atau tidak. "Siapa saja bisa foto-foto di sana pak. Saya kan juga bisa saja datang untuk foto-foto," kata Indra.

Bambang juga mengaku pernah bertanya kepada pegawai Kelurahan Balowerti terkait perkiraan harga aset bekas pabrik minyak Nabatiyasa. Hal itu dia lakukan untuk melengkapi data tentang nilai harga aset. Tapi ternyata, Bambang hanya bertanya via telepon ke petugas kelurahan. Dia tak pernah melihat langsung dokumen yang ada di kelurahan.

Hal itu diketahui ketika pengacara Dahlan mencecar Bambang siapa yang ditemuinya di Kelurahan. "Saya tanya lewat telepon. Namanya saya tidak tahu. Saya juga tidak tahu, orang itu punya kapasitas atau tidak," ucap Bambang.

Bambang benar-benar kebingungan ketika dikejar dari mana mendapatkan perhitungan Rp 40, 54 miliar atas aset bekas PT Nabatiyasa. Menurut dia, angka itu didapat dari pengumpulan data hasil bertanya-tanya, baru kemudian dijadikan kesimpulan. Hanya sederhana itu. Tak ada standar dan mekanisme yang wajarnya dilakukan lembaga appraisal. Bahkan data mengenai nilai jual obyek pajak (NJOP) pun tak didapat.

Munculnya berbagai kejanggalan itu membuat Agus Dwi Warsono menyindir Bambang dengan bertanya apakah dia bertindak profesional dalam menjalankan tugas. Jawaban Bambang ternyata mengagetkan. "Saya belum punya sertifikasi," ucapnya sedih, lalu disambut tertawa pengunjung sidang. Agus lantas menggumam, "Lah pantes dokumen mati (SHGB), saudara nilai".

Kesaksian Suwarso juga tidak kalah menggelikan. Dalam BAP-nya, Suwarso menjelaskan harga tanah secara detail, hingga per meternya. Namun, ketika ditanya dalam sidang, staf Kelurahan Balowerti itu ternyata tidak memiliki dasar apapun sehingga memberikan keterangan harga seperti dalam BAP. "Saya hanya mencatat apa yang disampaikan Pak Lurah secara lisan," ucapnya.

Usai persidangan, Agus Dwi Warsono mengatakan keterangan saksi dalam sidang menunjukan jaksa tidak berhasil membandingkan nilai aset PT PWU ketika dijual dengan ketika aset diagunkan oleh PT SAM. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya