Presiden Jokowi memberikan sejumlah pesan khusus terhadap program pembentukan holding (penggabungan) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah-satunya, meminta pembentukannya tidak menabrak Undang-Undang (UU).
Hal tersebut disampaikan Jokowi kepada Menteri BUMN Rini Soemarno dan jajaran direksi perusahaan pelat merah saat memberikan sambutan daÂlam acara Executive Leadership Program (ELP) di Istana Negara, kemarin.
Jokowi mengatakan, pembentukan holding BUMN sangat penting untuk segera direalisasiÂkan secepatnya. Namun, dia menegaskan, dalam pembentuÂkannya, harus dilakukan dengan esktra hati-hati.
"Pembentukan holding harus segera dilakukan. Tapi harus hati-hati dan dengan kalkulasi yang matang," pinta Jokowi.
Selain itu, Jokowi mengingatkan agar pembentukan tidak bertentangan dengan UU. Dalam pembentukan holding tentu ada proses yang harus dilalui. Jangan sampai niat yang baik, namun karena prosesnya menabrak UU maka rencana baik ini malah berÂmasalah.
Dia menuturkan, pembenÂtukan holding harus didasari pertimbangan yang cermat dari sisi manajemen, tata kelola, dan keuangan. PembentukanÂnya bukan sekadar asal gabung dan asal besar, tetapi harus dipastikan berdampak baik.
"BUMN yang sudah baik (keuanganya) mungkin sudah bisa holding, tapi bagaimana dengan yang tidak baik. Jangan sampai malah membebani," kata Jokowi mewanti-wanti.
Jokowi menegaskan, tujuan utama pembentukan holding BUMN untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas BUMN-BUMN yang ada dimiliki IndoÂnesia agar bisa bersaing dengan BUMN negara lain. Oleh karena itu, Jokowi memerintahkan agar proses pembentukan holding BUMN menggandeng lemÂbaga konsultasi independen yang kompeten dan transparan. Sehingga, banyak pihak yang bisa memberikan masukan untuk perbaikan BUMN.
Sekadar informasi, pembenÂtukan holding BUMN antara lain mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor NoÂmor 72 tahun 2016 sebagai revisi dari PP Nomor 4 tahun 2015 tentang Tata Cara PenyerÂtaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN.
Penerbitan PP tersebut tengah mendapatkan sorotan tajam anggota dewan. Karena, dalam beleid baru tersebut, kewenangan dewan dipangkas. DaÂlam aturan itu, pemerintah tidak perlu lagi meminta persetujuan dewan dalam melepas/memindahkan aset BUMN ke anak perusahaan. Ketentuan itu dinilai bertabrakan dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam Pasal 45 ayat 2 yang menyeÂbutkan emindahtanganan aset negara harus mendapat persetuÂjuan DPR.
Kerek Kontribusi APBN Menteri BUMN Rini SoeÂmarno optimistis pembentuÂkan holding BUMN di 6 sektor akan rampung pada tahun 2017. Keenam sektor itu yakni, MiÂgas, Tambang, Perbankan dan Jasa Keuangan, Perumahan, Konstruksi dan Jalan Tol, serta Pangan.
"Kami targetkan pembentuÂkan 6 holding terealisasi pada tahun ini," kata Rini.
Dia menjelaskan, saat ini proses pembentukan holding BUMN sedang berjalan. Rini menyebutkan pembentukan holding sektor Migas dan PerÂtambangan akan selesai paling cepat. Saat ini proses pembenÂtukannya sedang menunggu penerbitan payung hukumnya sesuai masing-masing sektor.
Rini berharap, aturan PP holding per sektor dapat diselesaikan pada semester pertama tahun ini. "Pokoknya tahun inilah, saya harapkan cepat selesai," ungkapnya.
Rini meyakinkan pembenÂtukan holding BUMN memÂberikan banyak manfaat untuk kemajuan perusahaan pelat merah. Antara lain, BUMN diyakininya tidak akan lagi membebani APBN. Sebaliknya, akan meningkatkan kontribusi BUMN kepada APBN yang ditargetkan mencapai Rp 385 triliun pada 2019.
Oleh karena itu, Rini mengimÂbau kepada seluruh jajaran direksi perusahaan pelat merah untuk mengelola BUMN secara profesional. Lebih jauh, BUMN bisa berperan lebih jauh dalam merealisasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dia menambahkan, untuk mewujudkan target tersebut, BUMN akan mengimplemenÂtasikan program 1 harga, bukan hanya BBM, tetapi juga pada produk semen, beras, gula, dan minyak goreng. ***