PT Dirgantara Indonesia (PerÂsero/DI) menargetkan peÂluncuran pesawat bermesin baling-baling (turboprop) terbaru, bernama CN-245 pada tahun 2018 yang dapat menandingi pesawat buatan Perancis-Italia, ATR-72.
Direktur Utama PTDI Budi Santoso mengatakan, perseÂroan telah melaporkan rencana pembuatan pesawat tersebut ke Kementerian BUMN (BaÂdan Usaha Milik Negara) dan tengah mengajukan proposal kerja sama dengan perusahaan pesawat asal Perancis, Airbus untuk memproduksinya.
"Kami sudah laporkan proÂgresnya ke Menteri Rini SoeÂmarno. Saat ini, masih tahap desain. Kami targetkan 2018 bisa terbang," ujarnya di JaÂkarta, kemarin.
Menurutnya, kerja sama dengan Airbus perlu dilakukan guna memudahkan perusaÂhaan mendapatkan sertifikasi keamanan pesawat dari EASA (
European Aviation Safety Agency).
Sekalipun begitu, ia memasÂtikan desain pesawat murni ide dari Indonesia.
Dikatakannya, Airbus mendukung penuh rencana terseÂbut. Sebab, sekitar 80 persen komponen pesawat ini sama dengan tipe sebelumnya, yakni CN-235 dan CN-295. PerbeÂdaannya, kata dia, hanya dari segi kapasitas yang lebih besar serta perbedaan pada ekor pesaÂwat. "Jumlahnya lebih banyak, bisa sampai 50 penumpang. Kami membuat desainnya dan dibantu Airbus yang permohoÂnan sertifikasinya dari EASA," katanya tanpa merinci lebih deÂtail jumlah produksi awalnya.
Lebih lanjut dijelaskanÂnya, ada tambahan kapasitas. Rencananya, pesawat ini akan dipasarkan untuk penerbanÂgan komersil Sehingga bisa menjadi pesaing bagi pesawat berkapasitas kecil milik peruÂsahaan lain, seperti ATR-72, buatan Perancis-Italia.
Meski begitu, Budi menÂgakui, kapasitas penumpang CN-245 masih lebih sedikit dibanding ATR-72 yang memiÂliki kapasitas sebanyak 70 penumpang. Ia menilai, Afrika dan Timur Tengah merupakan pangsa pasar potensial yang akan dibidik perseroan.
Pasalnya, kedua kawasan tersebut cukup membutuhkan ketersediaan pesawat. "Pasar yang paling baik itu di Timur Tengah. Kalau Afrika, itu pasar baru. Karena bisa dibilang dulu, negara Afrika mungkin nggak mampu beli pesawat baru, sekarang sudah bisa beli pesawat baru," ungkapnya.
Ia optimistis untuk masuk ke segmen pasar di Timur TenÂgah. Sebab, DI mampu meÂmenuhinya karena disesuaikan keinginan konsumen. Ia menÂcontohkan, pihaknya pernah mengirim pesawat untuk pasar Thailand yang menginginkan pesawat VVIP.
"Kami buat sesuai keingiÂnan, mau modifikasi seperti apa? Contoh, Thailand mauÂnya VVIP. VVIP itu bisa dua versi. Bisa pakai penumpang biasa, bisa dipakai medical. Jadi satu pesawat dengan berbagai konfigurasi. Kalau pabrik besar kan sudah males ngerjainnya," terangnya.
Ia menambahkan, pihaknya juga akan memberikan harga khusus bagi swasta yang berÂminat terhadap produk baÂrunya. Berbeda, jika dijual kepada pemerintah.
"Agak beda bagi kami menÂjual ke pemerintah atau swasta. Kalau swasta itu harga paling penting. Kalau pemerintah, performance paling penting. Kegunaan yang paling pentÂing," tandasnya. ***