Direktorat Jenderal (Ditjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM harus ikut turun tangan mengatasi polemik rencana pembangunan megaproyek PLTGU Jawa 1 yang tak kunjung usai.
Hal itu ditegaskan Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara di Jakarta.
"Harus ada langkah tegas dari Dirjen Ketenagalistrikan Jarman dengan memanggil direksi PLN dan Pertamina," kata dia.
Marwan mengatakan, berlarutnya rencana pembangunan PLTGU Jawa 1 diduga karena PLN tidak melakukan transparansi kepada publik. Misalnya terkait soal harga jual beli listrik PLN terhadap pemenang tender.
"Kita semua tahu bahwa konsorsium Pertamina telah siap dengan 60 persen purchase requirement dengan harga jual tetap 5,5 sen dolar Amerika Serikat (AS)," jelas dia.
Bahkan, imbuh Marwan, dengan kondisi sekarang di mana konsorsium Pertamina mengelola dan menyerap isu teknis komersial berongkos 170 juta dolar AS, jika ditarik ekivalensinya maka tarif harga jual listrik yang ditawarkan konsorsium Pertamina bisa hanya menjadi 5,2 sen dolar AS.
Anehnya, lanjut dia, beredar kabar bahwa konsorsium Pertamina mengharuskan PLN mengambil 92 persen purchase requirement dengan harga jual 5,7 sen dolar AS.
"Kabar itu setahu saya tidak benar," tepisnya.
Marwan menegaskan, setahu dirinya konsorsium Pertamina telah melakukan penawaran sesuai spesifikasi teknis dan finansial yang telah ditetapkan di dalam tender.
Jangan sampai ada alasan kemenangan konsorsium Pertamina dibatalkan karena adanya oknum yang memanipulasi informasi dan data,†jelas dia.
Menurut Marwan, manipulasi informasi dan data bisa dilakukan oleh oknum untuk kepentingan pemburu rente yang berpihak pada perusahaan tertentu dengan mengorbankan proses yang sudah baik.
"Dirjen Ketenagalistrikan tidak boleh tinggal diam. Jangan sampai proyek ini dimenangkan oleh konsorsium yang lebih mahal dan dengan kualitas yang jelek dengan mengorbankan Pertamina. Dia (dirjen) harus memanggil kedua direksi, baik dari PLN maupun Pertamina, untuk mengklarifikasi masalah yang ada," kata dia.
[wid]