Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Minim Sosialisasi, Pemerintah Juga Kurang Bijak Dalam Persoalan Cantrang

SENIN, 23 JANUARI 2017 | 19:27 WIB | LAPORAN:

  Persoalan penggunaan alat tangkap cantrang bagi nelayan masih menjadi konflik yang belum terselesaikan oleh pemerintah. Meski sudah banyak permintaan agar pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melakukan pendekatan yang soft dan humanistis kepada para nelayan, namun solusi dan sosialisasi yang dibutuhkan nelayan tidak kunjung dilakukan.
 
Koordinator Bidang Energi dan Sarana Prasarana Perikanan DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Siswaryudi Heru menyampaikan, sejak awal diberlakukannya Permen Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik, menimbulkan konflik horizontal di masyarakat. Namun, sikap bijak tidak ditunjukkan oleh pemerintah.
 
"Mestinya harus lebih bijak menyelesaikan persoalan ini. Nyatanya, sampai saat ini sangat minim solusi yang diberikan pemerintah kepada nelayan pengguna cantrang, juga sosialisasi pun sangat minim. Kalau hanya ngotot eksekusi peraturan tanpa melihat persoalan dan kebutuhan waktu bagi nelayan menyesuaikan diri, ya pasti akan benturan dan konflik,” tutur Siswaryudi, di Jakarta, Senin (23/1).
                                                

                                                
Faktanya, lanjut dia, banyak nelayan Indonesia yang terkena dampak langsung pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang itu. Tentunya, pelarangan itu tidak bisa serta merta diterapkan, nelayan Indonesia butuh waktu dan terjadi goncangan keuangan dan perekonomian mendasar mereka.
 
Nah, menurut Wakil Ketua Bidang Agro Bisnis, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan Dewan Pimpinan Pusat Forum Pengusaha Pribumi Indonesia (FORPPI) ini, di sinilah butuh kebijaksanaan pemerintah.
 
Bayangkan saja, lanjut dia, untuk wilayah Sumatera Utara saja, nelayan yang terdampak akibat pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang itu yakni nelayan yang menggunakan kapal motor 5 grosstone hingga 10 grosstone berjumlah 11.872 unit, antara lain, pukat tarik, pukat hela mini, pukat teri 2 kapal, sondong, pukat layang, pukat cencen, pukat langgei, pukat grandong, sakat.
 
Tentu, lanjut dia, mereka tidak dengan mudah beralih. "Jika mau diusulkan, program replacement atau pergantian alat tangkap, pemerintah sangat mampu, apalagi jika sinergi denagn pemerintah di tingkat provinsi, pemerintah kabupaten dan atau kota, BUMN, pihak swasta, semua bisa bergotong royong untuk mendorong pergantian alat tangkap,” jelas Siswaryudi.
 
Wakil Ketua Komite Tetap Maritim Dan Pesisir Bidang Infrastruktur Kamar Dagang Dan Industri (Kadin) Indonesia ini menilai, pemerintah tidak melihat keutuhan persoalan yang dihadapi para nelayan cantrang.

"Persoalannya sepertinya bukan itu saja, banyak SDM Nelayan yang belum siap denga teknologi baru, sehingga tidak sedikit nelayan yang menolak untuk mengganti alat tangkap,” ujarnya.
 
Jadi, sekali lagi, menurut Ketua Bidang Kelautan dan Perikanan Pengurus Pusat Dewan Ekonomi Indonesia Timur (DEIT) ini, persoalannya bukan pada apakah nelayan mau atau tidak mengikuti larangan penggunaan alat tangkap cantrang yang diberlakukan oleh pemerintah itu, namun lebih kepada kesiapan dan kebutuhan serta masa transisi bagi nelayan, yang membutuhkan sejumlah prakondisi untuk menghentikan penggunaan cantrang tersebut.
 
"Bukan mau tidak mau melakukan penggantian alat tangkap itu loh. Tetapi lebih kepada kesiapan sumber daya manusia, kesiapan sarana dan prasarana pendukung, modal usaha dan kurangnya dukungan Pemda dan Pemko. Akhirnya, hidup nelayan mati terkapar tanpa solusi. Jika ini dibiarkan atau malah dihadapi dengan keras kepala, maka akan timbul persoalan baru yaitu aspek sosial, anarkisme yang menimbulkan konflik antar Nelayan,” demikian Siswaryudi. [sam]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya