Setelah ditetapkan tersangka kasus dugaan suap Rolls Royce, eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar belum tampil ke publik. Namun, dia membantah menerima suap. Dia pun curhat lewat secarik kertas yang beredar di kalangan wartawan.
Dalam keterangannya itu, Emirsyah menyebut, penetapan tersangka terhadap dirinya merupakan kewenangan penyidik KPK. "Saya akan menghormati proses hukum dan bekerja sama sebaik-baiknya dengan penyidik untuk menegakkan kebenaran atas hal ini," kata Emirsyah, kemarin. Dia bersikukuh tak menerima duit suap seperti yang disangkakan KPK kepadanya.
Untuk diketahui, KPK menyebut Emirsyah menerima suap dari tersangka Soetikno Soedarjo dalam bentuk uang dan barang, yaitu dalam bentuk uang 1,2 juta euro dan 180.000 dolar AS atau senilai Rp 20 miliar. KPK juga menemukan suap dalam bentuk barang yang diterima Emirsyah Satar. Nilai barang itu mencapai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
"Sepengetahuan saya, selama saya menjadi Direktur Utama PT Garuda Indonesia, saya tidak pernah melakukan perbuatan yang koruptif ataupun menerima sesuatu yang berkaitan dengan jabatan saya," ujarnya.
Emirsyah boleh saja membantah. Namun, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut, komisinya mengantongi sejumlah bukti yang relevan untuk menjerat chairman mataharimall.com itu. Bukti-bukti itu di antaranya, sistem komunikasi yang dilakukan dan catatan perbankan yang dilakukan. Bukti didapatkan KPK dari lembaga antikorupsi Inggris, SFO dan lembaga antikorupsi Singapura, CPIB. Namun, bukti-bukti itu tak bisa dibeberkan sekarang. "Biasanya kalau SFO dan CPIB itu berikan bukti-bukti hanya untuk kebutuhan penyidikan dan kebutuhan pengadilan, jadi kami nggak bisa disclose itu," ungkap Syarif di KPK, kemarin.
Bukti-bukti itu juga menunjukkan bagaimana Emirsyah dan perantara suap Rolls Royce, Soetikno Soedarjo berhubungan terkait pengadaan pesawat itu. "Kan nggak mungkin itu orang menari sendiri. Menari itu selalu dua, sekurang-kurangnya dua," bebernya.
Suap diduga diterima Emirsyah ketika Garuda melakukan pengadaan pesawat besar-besaran, termasuk saat pembelian 11 pesawat Airbus 330-300 pada April 2012 senilai 2,54 miliar dolar AS yang penandatanganannya disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris David Cameron di Istana Merdeka.
KPK juga menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus suap pembelian mesin pesawat Rolls- Royce ini. Namun Syarif menyatakan, saat ini komisinya masih fokus kepada Emirsyah. "Tapi kalau ada orang lain yang dianggap bertanggung jawab pastilah (dijerat)," tegasnya. Emirsyah juga bisa saja dikenakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Saat ini KPK tengah melacak dan memburu aset para tersangka. "Termasuk MRA Grup," imbuhnya.
Mugi Rekso Abadi (MRA) Group didirikan tersangka yang juga pengendali utama (beneficial owner) Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo. Kantor MRA Group telah digeledah tim penyidik. MRA Group saat ini berstatus perusahaan induk beberapa unit usaha di sejumlah sektor, antara lain media, ritel, hotel dan otomotif. Di sektor otomotif, MRA Group memiliki unit usaha Mabua. Namun, satu-satunya agen Harley Davidson di Indonesia itu tutup tahun lalu.
Sementara perusahaan Connaught International Pte. Ltd diketahui salah satu unit usahanya bergerak di bidang penerbangan, seperti perawatan pesawat dan pelatihan awak dan pilot. Unit usaha lain dari Connaught International Pte. Ltd tak berbeda jauh dengan unit usaha yang dikelola MRA Group, seperti ritel, kesehatan, pariwisata, real estate, dan rumah sakit.
Soal pemeriksaan Rolls Royce, Syarif menyebut KPK tidak punya kewenangan untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Karena Rolls Royce ada di Inggris, kewenangan memeriksanya ada pada SFO. KPK akan menggunakan hasil pemeriksaan lembaga antikorupsi Inggris itu sebagai bahan penyidikan. KPK sendiri sudah mencegah lima orang dalam kasus ini. Selain Emirsyah dan Soetikno, tiga lainnya adalah Hadinoto Soedigno, karyawan Garuda Indonesia, Agus Warjudo dan Selly Wati Raharja. Cegah dilakukan sejak 16 Januari 2017 selama 6 bulan ke depan. ***