Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menyita aset mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, yang diduga didapatkan dari tindak suap perusahaan penyedia mesin pesawat Rolls Royce.
Emirsyah yang kini menjabat Chairman MatahariMall.com ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap terkait penyediaan mesin pesawat Rolls Royce melalui Beneficial Owner Connaught Internasional Pte. Ltd, Soetikno Soedarjo.
"Yang disita adalah yang dinikmati oleh yang bersangkutan. Saya rasa KPK tidak akan menyita pesawat yang sedang berjalan. Itu akan merugikan Republik Indonesia," ujar Syarif, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (19/1).
KPK juga telah membekukan rekening Emirsyah di Singapura, yang diduga sebagai tempat tansaksi suap perusahaan Inggris itu. Tak hanya rekening, sejumlah barang yang diduga berasal dari suap juga akan disita.
"Kalau barang itu adanya di Indonesia, maka KPK akan berusaha menyita. Tapi kalau barangnya ada di Singapura, maka penanganan langsung dari CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau). Kalau di Inggris SFO (Serious Fraud Office)," terang Syarif.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat Garuda.
Emirysah diduga menerima uang Rp 20 miliar dalam bentuk 1,2 juta Euro dan 180 ribu dolar Amerika Serikat. Emirsyah juga menerima suap berupa barang senilai 2 juta dolar Amerika Serikat yang berada di Singapura dan Indonesia.
Diketahui, pihak Rolls-Royce memberi suap 2,25 juta dolar Amerika Serikat dan mobil Rolls Royce Silver Spirit untuk mempengaruhi Emirsyah terkait penyediaan mesin jet Trent 700 bagi pesawat Airbus tipe A330 milik Garuda Indonesia.
Atas perbuatannya, Emirsyah selaku pihak yang diduga menerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 UU 31/1991 sebagaimana telah diubah dalam UU 20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Soetikno Soedarjo selaku pihak yang diduga memberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU 31/1991 sebagaimana telah diubah dalam UU 20/2001juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
[ald]