Bahana Securities memÂperkirakan, tren suku bunga rendah tahun ini masih berlanjut, menyusul pertumbuhan kredit perbankan yang masih di bawah 10 persen di akhir tahun 2016.
Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian melihat, sekaÂlipun ada risiko dari pergerakan suku bunga The Fed yang nantiÂnya akan berpengaruh pada tingÂkat volatilitas dolar AS, fenomÂena tersebut sudah diperkirakan oleh pasar dan investor.
Fakhrul mengatakan, rendahÂnya serapan kredit berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Diharapkan, suku bunga rendah ini mampu mendorong konsumsi masyarakat yang menjadi motor penggerak roda perekonomian Indonesia.
Meski pergerakan suku bunga tidak hanya dipengaruhi oleh faktor domestik, tapi ada faktor global yang turut mempengarÂuhinya. "Untuk itu, emiten seÂharusnya lebih jeli mencermati kesempatan ini. Tahun 2017 adaÂlah tahun terakhir suku bunga rendah dan tahun depan, tren suku bunga sudah akan naik," ucap Fakhrul kepada
Rakyat Merdeka.Sejak 2016, meski kondisi perekonomian belum pulih sepenuhnya, beberapa emiten memberanikan diri mencari pendanaan dengan menerbitkan surat utang, atau menerbitkan saham perdana di pasar modal karena pendanaan tidak bisa sepÂenuhnya mengandalkan kredit perbankan.
Bahana Securities selama tahun 2016, tambah Fakhrul, menjadi salah satu underwriter yang berhasil mengantarkan beberapa emiten menerbitkan surat utang, di antaranya ada 26 transaksi penawaran umum berkelanjutan.
Ada dua transaksi penerbitan surat utang jangka menengah dan sukuk serta ada tiga transaksi penerbitan surat utang global. Atas transaksi terbesar yang berhasil dibantu Bahana, yakni penerbitan senior bonds PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk senilai Rp 4,65 triliun.
Transaksi tersebut jadi bukti nyata, dalam kondisi pasar yang masih diliputi ketidakpastian, Bahana mampu melihat peluang yang tepat bagi BRI untuk bisa menerbitkan surat utang dengan yield yang pantas.
"Tahun ini, beberapa emiten harus mencari pendanaan untuk menambah modal ekspansi usaha, membayar surat utang (obligasi) jatuh tempo. Bahana memperkirakan jumlah emiten yang akan menerbitkan surat utang pada tahun 2017, akan lebih ramai dibandingkan tahun lalu," katanya.
Tahun ini, Fakhrul bilang, BaÂhana meyakini selisihnya akan cenderung stabil atau mengecil karena tren penurunan suku bunga dan berlanjutnya perbaiÂkan ekonomi.
Deputi Gubernur Bank InÂdonesia (BI) Perry Warjiyo mengakui, pelonggaran transÂmisi kebijakan moneter yang dilakukan BI melalui jalur suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (Repo Rate) belum dijawab secara optimal oleh perbankan.
Hal ini khususnya dalam suku bunga kredit. Perry menyatakan, bank sentral telah menurunkan suku bunga acuan mencapai 150 basis poin atau 1,5 persen sepanjang tahun 2016.
Saat ini, Repo Rate berada pada level 4,75 persen. "Dampak penurunan suku bunga acuan 1,5 persen di sepanjang 2016, itu beÂlum optimal khususnya di suku bunga kredit," katanya.
Menurut Perry, setelah bank sentral menurunkan suku bunga acuan pada tahun 2016, respon perbankan belum maksimal. Buktinya, suku bunga kredit baru turun sebesar 67 basis poin atau 0,67 persen.
Meski begitu, ia optimistis bahwa transmisi kebijakan monÂeter melalui jalur suku bunga masih akan terus berlanjut. Masih ada potensi bagi perÂbankan untuk menurunkan suku bunga kredit secara bertahap.
"Suku bunga kredit kan baru turun 0,67 persen, masih ada kemungkinan turun dampak dari penurunan 1,5 persen itu lebih terhadap suku bunga kredit lebih lanjut. Transmisi suku bunga kredit akan turun," tuturnya.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo memÂperkirakan, penurunan suku bunga kredit bank masih berÂlanjut. Pasalnya, penurunan suku bunga kredit bank relatif masih kecil.
Di tahun 2016, suku bunga deposito turun 137 basis poin. Kemudian, suku bunga kredit hanya turun 67 basis poin. "Hal ini seharusnya jadi perhatian kita. Kredit itu seharusnya masih bisa turun, turun ini tentu setelah bank secara umum stabil," kata Agus. ***