Dari pantauan Rakyat Merdeka, di sekitar lokasi yang akan dibangun sudah diberi pembatas pengerjaan. Informasi pembanÂgunan underpass juga sudah disosialisasikan menggunakan banner raksasa. Misalnya terlihat di traffic light Jalan Buncit Raya dan Jalan Kuningan Barat.
Panjang underpass Mampang- Kuningan bakal mencapai sekitar 800 meter dengan lebar 20 meter atau empat lajur jalan. Underpas ini akan 'mengolongi' fly over yang ada di Jalan HR Rasuna Said yang menghubungkan Kuningan dan Mampang Prapatan.
Sejumlah pengendara yang ditemui Rakyat Merdeka menÂgaku senang jika proyek underÂpass Mampang-Kuningan segera akan dieksekusi.
Menurut mereka, persimÂpangan yang menghubungkan Mampang dengan Kuningan itu memang kerap dilanda kemacetan karena bertemu lampu merah dua kali di jarak yang amat berdekatan.
"Bagus deh kalau mau dibanÂgun. Bayangin aja macetnya itu kadang sampai ke depan Kantor Imigrasi. Ini gara-garanya ada lampu merah di depan Pasar MamÂpang dan di depan tanah kosong," ujar Suryani, seorang pengendara roda dua di kawasan tersebut.
Pengendara roda dua lainÂnya, Wahyu Putro juga menÂgaku senang. "Senang Bang. Ini baru namanya kemajuan," celetuknya.
Dari penelusuran
Rakyat Merdeka, korporasi yang bakal mengerjakan proyek ini adaÂlah PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Lingkup pekerjaan proyek tersebut bagi Adhi Karya adalah desain dan bangun (design and build) dengan waktu pelaksanaan sekitar 392 hari.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Yusmada Faizal mengatakan, tujuan akan dibanÂgunnya underpass ini untuk memperlancar arus kendaraan dari arah Mampang menuju Kuningan maupun sebaliknya.
Pemenang lelang pembanguÂnan underpass tersebut, lanjut Yusmada, sudah diputuskan pada 18 November tahun lalu
"Underpass Mampang-KunÂingan kita targetkan rampung tahun ini," ujarnya.
Menurut Yusmada, underpass ini bagian dari enam pembangunan simpang tak sebidang yang dikerjaÂkan Pemprov DKI. Enam simpang tak sebidang itu terdiri dari tiga flyover (FO) dan tiga underpass.
"Masing-masing yakni, FO Pancoran, FO Bintaro dan FO Cipinang Lontar. Sedangkan unÂtuk underpass yaitu, underpass Mampang Prapatan-Kuningan, underpass Matraman-Salemba dan underpass Kartini atau simÂpang Jalan Arteri Pondok Indah menuju Ciputat," tandasnya.
Kepala Seksi Pembangunan Simpang Tidak Sebidang, DiÂnas Bina Marga DKI Jakarta Hananto Krisna menambahkan, anggaran yang disediakan unÂtuk pembangunan underpass ini sekitar Rp 200 miliar, dan ditargetkan perampungannya Desember 2017.
Diharapkannya, pasca underÂpass ini rampung maka kendÂaraan dari Kuningan menuju Jalan Mampang Prapatan dan sebaliknya tidak perlu lagi berÂhenti lama di lampu merah yang ada di persimpangan Jalan HR Rasuna Said. Dengan begitu diÂharapkan warga maupun pekerja yang melintas tidak mengeluh lagi terjebak macet.
"Ini juga mendukung operasi Transjakarta koridor 6 dan koriÂdor 9," tandasnya.
Paling Tiga Bulan Lancar, Setelah Itu Macet Lagi Deh...
Pembangunan underpass Mampang-Kuningan diktirik seÂjumlah kalangan. Mereka menilai proyek pembangunan tersebut tidak akan berhasil mengatasi kemacetan di daerah itu.
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai, unÂderpass bukanlah solusi untuk mengurai kemacetan di Jakarta secara umum dan di kawasan Mampang-Kuningan secara khusus. Artinya, pembangunan underpass hanyalah upaya yang buang waktu dan tenaga.
"Percaya deh nanti setelah selesai (dibangun) paling dua atau tiga bulan lancar, setelah itu kawasan Mampang-Kuningan kembali macet lagi. Jadi underÂpass itu sifatnya hanya sementara saja alias temporary. Tidak meÂnyelesaikan masalah," paparnya kepada
Rakyat Merdeka. Menurut bekas Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) ini, secara umum penyebab utama kemacetan Mampang dan Kuningan adalah bertambahnya kendaraan peribadi. Polda Metro pernah melansir bahwa tiap taÂhun jumlah motor dan mobil di Jakarta diperkirakan meningkat sebesar 12 persen.
Pembangunan underpass Mampang-Kuningan dinilainya telah menyia-nyiakan kehadiran Jalur Transjakarta Ragunan-DuÂkuh Atas. Seharusnya jika mau mengurai kemacetan, pemerinÂtah daerah cukup mendorong pekerja atau warga yang melalui Jalan Rasuna Said untuk mau menggunakan busway.
"Terus buat apa ada Jalur Khusus busway Ragunan-Dukuh Atas dong," tegasnya.
Untuk itu, lanjut dia, Pemprov DKI diharapkan bisa lebih arif mencari solusi untuk mengurai kemacetan di Jakarta. Paling tidak, ada dua solusi yang bisa ditawarkan, yakni kendalikan penggunaan kendaraan pribadi serta meningkatkan lagi kualitas dan kuantitas angkutan massal. "Dua solusi itu pasti bisa menguÂrai kemacetan. Jadi jangan banÂgun jalan baru lagi," tandasnya.
Ketua Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menilai, idealÂnya 60 persen masyarakat yang beraktivitas memang beralih ke transportasi massal. KenyataanÂnya, penggunaan kendaran pribÂadi justru semakin dominan.
Sampai saat ini, lanjutnya, beÂlum dilakukan upaya untuk menÂgurangi kemacetan di Jakarta dengan cara menginterkoneksiÂkan permukiman dengan stasiun kereta maupun halte kendaraan umum. Selama ini pembangunan permukiman, sekolah, lokasi bisnis, serta jaringan transportasi dilakukan sendiri-sendiri.
Makanya, ke depan pusat aktivitas dan permukiman perlu ditata dekat dengan stasiun atau halte. Upaya ini penting untuk mendorong masyarakat mengÂgunakan angkutan massal.
"Jika kondisinya seperti itu, pasti masyarakat punya keÂnikmatan lebih tinggi dalam menggunakan kendaraan umum. Ini juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas angkutan umum," tandasnya. ***