NASKAH "Hoax Or Not Hoax" yang saya tulis dan dimuat Kantor Berita RMOL pada 10 Januari 2017 meragukan kebenaran berita tentang Presiden menegur Panglima TNI terkait keputusan Panglima TNI menghentikan kerjasama militer dengan angkatan bersenjata Australia.
Akibat berita yang saya ragukan terkait dengan kantor berita asing maka keraguan saya disambut positif oleh mereka yang sependapat dengan saya bahwa pers asing belum tentu senantiasa bisa dipercaya.
Namun mereka yang xenophilia alias cinta maka percaya pada segala sesuatu yang berbau asing tentu saja sinis bahkan negatif menanggapi keraguan saya terhadap pers asing.
Ada yang menganggap saya nasionalis lebay maka paranoid terhadap pers asing, ada pula yang mencurigai saya hanya mencari popularitas dengan sok curiga pers asing di samping ada yang menuduh saya xenophobia alias curiga maka benci segala sesuatu berbau asing. Bahkan ada pula yang malah berpendapat bahwa presiden memang wajib menegur panglima yang memang sudah keterlaluan dalam mengambil kebijakan di luar kewenangan dirinya.
Terus terang dalam menghadapi segenap reaksi negatif itu, lubuk sanubari saya sempat merasa ragu atas keraguan saya terhadap kebenaran berita tentang presiden menegur panglima yang membela Pancasila dari hinaan oknum asing.
Saya mulai ragu juga terhadap diri saya sendiri. Jangan-jangan saya ini memang lebay akibat memang menderita xenophobia!
Syukur Alhamdullilah, mendadak tersiar pula berita bahwa staf khusus presiden bidang komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo membantah kabar yang menyatakan Presiden Joko Widodo menegur Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, saat rapat di Istana Bogor pekan lalu. "Tidak benar," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Pribowo saat dikonfirmasi, Senin 10 Januari 2017.
Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan, Presiden Jokowi sama sekali tidak pernah membahas mengenai Panglima TNI yang diisukan melakukan tindakan di luar kontrol. Apalagi menegur.
Karena berita tentang bantahan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi terhadap berita presiden menegur panglima, diberitakan oleh berbagai media massa Indonesia independen secara saling terpisah satu dengan lainnya maka kebenarannya bisa lebih saya percaya.
Maka keraguan saya atas keraguan saya sendiri terhadap pemberitaan pers asing mereda akibat berita pers asing mengenai presiden menegur panglima yang membela Pancasila dari hinaan oknum asing ternyata hoax.
Keraguan saya berubah menjadi keyakinan bahwa memang seyogianya kita memang perlu berhati-hati dalam menyimak berita yang diberitakan pers asing. Tidak ada salahnya kita selalu cermat dan seksama dalam mencerna pemberitaan pers asing yang belum tentu benar-benar menguasai duduk permasalahan yang sebenarnya.
Dan belum tentu pers asing bebas dari niat negatif bahkan destruktif demi memecah-belah persatuan bangsa Indonesia seperti telah terbukti pada pemberitaan pers asing terhadap pengadilan terdakwa penistaan agama yang menimbulkan kesan seolah Indonesia adalah bangsa rasialis dan penindas minoritas.
Memang di era globalisasi kita tidak perlu bersikap xenophobia alias anti asing namun sebaiknya juga kita tidak perlu menjadi penderita xenophilia alias pemberhala asing apalagi menjadi antek asing. Jangan sampai globalisasi menjadi gombalisasi.
[***]Penulis Adalah Pembelajar Semangat Nasionalisme Di Era Globalisasi