Berita

Johan O Silalahi/Net

Politik

Mengurai Masalah Utama Bangsa Indonesia

Refleksi Akhir Tahun 2016, Menyambut Tahun Baru 2017
SABTU, 31 DESEMBER 2016 | 11:18 WIB | OLEH: JOHAN O. SILALAHI

KETIKA sedang menyetir mobil menuju bandara San Diego (California), di tengah melambatnya banyak kendaraan di jalan bebas hambatan dengan 5 lajur, Putra Saya yang membantu sebagai navigator berkomentar tentang kekagumannya karena tidak ada satu mobil pun yang melanggar peraturan dengan masuk ke bahu jalan yang disediakan sebagai lajur khusus untuk darurat, yang selalu tersedia pada hampir semua jalan bebas hambatan di setiap negara. Ia berpikir bagaimana caranya agar di Indonesia, bangsa Kita bisa tertib juga seperti bangsa lainnya di banyak negara maju di dunia.

Dialog Kami pada siang hari di jalanan yang padat di San Diego, semakin digenapi ketika pesawat yang Kami tumpangi menuju Chicago (Illinois) terbang rendah di atas kota Chicago pada malam hari menjelang tahun baru 2017 ini. Kota Chicago dengan tata lampunya yang terang benderang memang sangat indah terlihat dari ketinggian di malam hari. Bisa terlihat jelas kota ini ditata sedemikian teraturnya dengan tata letak bangunan dan jalanan yang berbentuk kotak persegi, lurus dan rapi. Terangnya lampu jalanan yang hidup pada malam itu semakin memperjelas wajah rapi, bersih dan teratur kota ini.

Kota Chicago memang layak dinobatkan sebagai salah satu kota dengan tata letak serta arsitektur terbaik di dunia. Apa yang menjadi kunci sukses kota Chicago yang pada masa dahulu dikuasai oleh gangster mafia Al Capone yang sangat ditakuti, hingga sekarang bisa menjadi kota yang indah, bersih, tertib dan teratur?

Resepnya sederhana, mudah dikatakan, tapi sulit dilakukan. Jika di Amerika hukum tidak bisa ditegakkan tanpa pandang bulu, tegas dan adil, maka tidak akan mungkin kota Chicago (Illinois) bisa menjadi kota yang indah, tertib, bersih dan teratur seperti sekarang ini.

Sejarah masa lalu kota Chicago mengingatkan Kita pada kisah heroik seorang aparatur penegak hukum 'Eliot Ness' dalam menangkap tokoh mafia 'Al Capone' yang sekian lama tidak bisa disentuh oleh hukum. Bangsa Indonesia juga membutuhkan figur pemimpin seperti sosok 'Eliot Ness' yang bisa menegakkan hukum tanpa pandang bulu kepada siapapun yang selama ini bisa mengangkangi hukum di negara Kita.

Jika aturan hukum tidak dijalankan dengan tegas, adil dan transparan, maka tidak akan mungkin pengguna jalan di San Diego bisa tetap tertib, tidak terpancing untuk masuk ke lajur khusus darurat, pada saat sedemikian banyak kendaraan berjalan dalam kemacetan di jalan bebas hambatan dengan 5 lajur tersebut.

Siapapun yang melanggar aturan hukum pasti akan dihukum. Sistim hukum yang mengatur lalu lintas di Amerika diterapkan dengan penggunaan teknologi kamera pada semua titik-titik strategis, dikombinasikan dengan sistim informasi kependudukan yang akurat dan terpadu. Jika Kita melanggar aturan lalu lintas, bersiaplah membayar denda dalam jumlah besar yang secara otomatis dikirim ke alamat Kita yang terpetakan melalui nomor plat identitas kendaraan Kita yang direkam dan dibaca oleh kamera lalu lintas. Jika mobil yang Kita gunakan merupakan sewaan, denda tilang akan dikenakan kepada perusahaan penyewaan mobil yang terpetakan melalui nomor plat kendaraan sewaan. Kemudian perusahaan penyewaan secara otomatis akan membebankan pada kartu kredit yang Kita gunakan saat membayar sewa mobil.

Sistim dan aturan hukum yang sama diterapkan pada semua negara-negara maju di dunia. Jika ada pelanggar lalu lintas yang terlambat membayar denda, secara otomatis denda tersebut akan terus berlipat ganda dengan berjalannya waktu. Penegakan aturan hukum lalu lintas yang berlaku sama dan adil kepada siapapun membuat masyarakat di negara maju disiplin, tertib dan taat aturan tanpa memerlukan aparat kepolisian yang harus selalu siaga mengawasi setiap persimpangan jalan seperti di negeri Kita sekarang ini.

Yang menjadi akar permasalahan bangsa dan negara Kita sejak merdeka hingga sekarang ini adalah masalah penegakan hukum yang tidak pernah bisa maksimal. Jangankan sampai pada tingkat yang maksimal, bahkan hanya sekedar pada tingkat yang optimal pun, penegakan hukum di negara Kita masih seperti kata pepatah, jauh panggang dari api. Seluruh masalah di negara Kita terus bergulir, bergoncang ke depan dan ke belakang, melebar ke kanan dan ke kiri, menggulung dan menggumpal, menjadi benang kusut yang sulit untuk diurai. Semuanya bermuara pada masalah hukum dan penegakan hukum yang tidak berjalan maksimal, hingga akhirnya hukum tidak memiliki wibawa di mata masyarakat Kita.

Masalah yang sangat sederhana terkait penegakan hukum atas kasus penistaan agama oleh Ahok awalnya berjalan lambat, sehingga akhirnya diterjemahkan berbeda-beda, kemudian membelah masyarakat Kita dalam dua kubu yang pro dan kontra. Masalah maraknya imigran gelap dan tenaga kerja ilegal dari China (Tiongkok) juga menunjukkan bagaimana sistim hukum di Indonesia telah dikangkangi dan dilecehkan oleh pendatang asing di negara Kita. Masalah fitnah dan berita hoax yang sedang mewabah di negara Kita, juga menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Kita tidak takut pada hukum. Mereka sama sekali tidak menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di negara Kita. Tanpa disadari, akumulasi ketidakpatuhan dan pelecehan terhadap hukum ini telah mengkristal menjadi budaya dan karakter bangsa Kita.

Salah satu langkah terobosan revolusioner yang bisa dilakukan untuk mengurai masalah utama bangsa Kita adalah dengan mewujudkan secara nyata bukan sekedar retorika, revolusi mental dan revolusi karakter bangsa Indonesia. Langkah kongkritnya dengan menerapkan nomor identitas tunggal bagi seluruh rakyat Indonesia yang diharmonisasikan dengan penegakan seluruh hukum dan peraturan kepada siapapun, dengan setegas-tegasnya dan seadil-adilnya.

Seiring dengan diberlakukannya sistim data kependudukan yang terintegrasi dengan nomor identitas tunggal ini, perlu diberdayakan sistim denda uang yang sangat berat tapi transparan dalam sistim hukum Kita. Keterlambatan membayar denda dan penalti akan terus meningkat secara progresif dengan berjalannya waktu. Semakin lama tidak dibayar, semakin membengkak jumlah tagihan denda dan pinaltinya, hingga pada angka yang sangat fantastis. Jika tidak sanggup membayar, bisa dikenakan hukum kurungan badan. Akibatnya semua orang menjadi hormat, patuh, bahkan takut pada hukum. Tidak ada seorangpun yang bisa menghindar apalagi mempermainkan hukum dan peraturan. Karena semua orang terdata secara holistik, komprehensif dan integratif. Data apapun terkait setiap warga negara Kita, ada pada pusat integrasi data nasional Kita. Tidak ada yang bisa disembunyikan lagi kepada negara dan pemerintah, apalagi kepada seluruh aparatur negara dan aparat penegak hukum. Semuanya harus bisa dibuka secara transparan. Masyarakat juga tidak perlu lagi menyelesaikan masalahnya dengan cara menyuap dan menyogok aparatur negara dan aparat penegak hukum.

Lompatan yang akan terjadi adalah transparansi, efektifitas dan efisiensi pelayanan birokrasi dalam semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, yang selama ini masih menjadi impian di negara Kita. Dalam jangka panjang akan terjadi revolusi mental dan revolusi karakter bangsa Indonesia. Jika semua ini bisa terwujud, maka tentunya menjadi lebih mudah bagi siapapun yang memimpin bangsa dan negara Kita untuk membawa NKRI mencapai tujuan dan cita-citanya. [***]

Chicago (Illinois), 30 Desember 2016
Penulis adalah Pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya