Nasruddin Umar/Net
Nasruddin Umar/Net
SENI menggunakan nomenklatur yang marketable ternyata juga harus menghiÂtung kadar sensitifitas nomenklatur tersebut di daÂlam masyarakat. Dalam era keterbukaan informasi seperti sekarang, kita harus betul-betul memasyarakatÂkan suatu ide, jangan samÂpai ide yang tadinya betul-betul sangat ideal tetapi kontraproduktif lantaran dibungkus oleh nomenklatur yang sensitif. Banyak contoh gaÂgasan baik berubah menjadi bumerang karena tidak hati-hati mengemasmya.
Pemilihan nomenklatur sensitif, yang bisa membangkitkan sentimen keagamaan umat, perlu sangat hati-hati, terutama oleh para pejaÂbat atau publik figur. Mungkin saja niatnya baÂgus tetapi perlu diingat tidak semua niat bagus baik untuk diungkapkan. Siapapun perlu hati-hati dalam menggunakan istilah yang sensitif, walau hanya untuk dicandakan. Banyak konflik keagamaan terjadi disebabkan karena semberÂono mengungkapkan bahasa dan istilah sensiÂtif. Gus Dur sering menuai badai kritik karena sering mengungkapkan bahasa sensitif secara ceplas-ceplos. Namun Gus Dur mudah dimaafÂkan masyarakat karena memiliki sosial dan spiritual saving yang banyak.
Contoh wacana 'Fikih Kebhinnekaan' yang beÂlum lama ini diangkat Muhammadiyah dan ‘IsÂlam Nusantara' yang diangkat NU menuai banÂyak kritikan dari warganya sendiri, maupun dari kalangan publik. Fikih kebhinnekaan dicurigai akan mengintip Piagam Jakarta. Islam Nusantara dituding akan menenggelamkan Islam Aswaja (Ahlu Sunnah wal Jamaah) yang digagas para pendiri NU. Contoh lain ketika media memopulerÂkan istilah Perda Syari'ah, tetangga kita AustraÂlia menaruh curiga, jangan sampai kelak akan bertetanggaan dengan komunitas Taliban, yang sudah distigmakan garis keras. Sesungguhnya isu Perda Syari’ah yang dikatakan selangkah lagi menuju Piagam Jakarta, tidak perlu mendatangÂkan kekhawatiran berlebihan, karena para pengÂgagas Perda Syari'ah tidak menonjolkan ideoloÂgi tetapi kesadaran syar'i yang tumbuh di dalam pluralitas masyarakat. Bahkan tidak satupun noÂmenklatur resmi di Indonesia menggunakan istiÂlah Perda Syari'ah. Soal substansinya ada yang mengakomodir nilai-nilai syari'ah memang iya, tetapi nilai-nilai syari'ah tersebut sudah melebur menjadi adat kebiasaan (living law) masyarakat setempat.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33