Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) mendukung langkah Kementerian Perdagangan untuk menstabilkan harga minyak goreng. Penyebab utama kenaikan harga minyak goreng adalah panjangnya rantai distribusi dari pabrik sampai ke tangan konsumen. Karena itu, selama rantai distribusinya tidak dipangkas harganya akan terus naik turun.
Direktur Eksekutif Gimni Sahat Sinaga mengatakan, MenÂteri Perdagangan EnggartiaÂsto Lukita meminta produsen minyak goreng untuk menjaga stabilitas harga. Sebab, menjeÂlang hari besar agama, seperti Natal sangat rawan terjadinya kenaikan harga. Padahal, harga dari pabriknya tidak naik.
"Kita sepakat untuk menÂjaga pasokan terutama minyak goreng curah supaya harganya tidak naik. Sedangkan, minyak goreng kemasan kita tidak atur karena kelasnya konsumen suÂdah berbeda," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Selama ini, setiap ada kenaiÂkan harga minyak goreng di pasar yang selalu disalahkan adalah produsennya. Padahal, produsen jarang menaikkan harga minyak goreng. Faktor yang menyebabkan kenaikan harga minyak goreng adalah harga pasar internasional dan melemahnya nilai tukar ruÂpiah terhadap dolar. "Selama itu aman, harga stabil," katanya.
Menurut dia, penyebab tidak stabilnya harga minyak goreng di pasar, apalagi menjelang hari besar keagamaan adalah perÂmainan para pedagang karena panjangnya rantai distribusi. Produsen tidak bisa mengontrol harganya sampai konsumen.
"Pedagang bisanya memanÂfaatkannya (hari keagamaan) untuk meraup keuntungan yang lebih besar," jelasnya.
Karena itu, dia meminta, pemerintah untuk turun tanÂgan mengendalikan harga dan memangkas rantai distribusi minyak goreng yang panjang itu. Sahat mengungkapkan, ada selisih harga Rp 900 per liter dari harga pabrik Rp 9400 per liter sampai ke tangan konsumen.
Pemerintah, seharusnya bisa belajar dari Malaysia dalam mengendalikan harga bahan pokoknya. Misalnya, harga minyak goreng di Negeri Jiran itu tidak mengalami lonjakan harga saat mendekati hari-hari besar keagamaan.
Kenapa mereka bisa mengenÂdalikan harga? Menurut Sahat, mereka menerapkan dana pungÂutan untuk mengendalikan harga bahan pokok. Selain itu, Malaysia juga menerapkan undang-undang yang mengatur harga.
"Dalam aturan itu, pedagang maksimum boleh menaikan harga hanya 5 persen. Jika lebih dari itu bisa dipidanakan," tegasnya.
Untuk mengantisipasi lonjaÂkan harga minyak goreng saat Natal, produsen akan menggelar operasi pasar supaya masyarakat tidak kesulitan. "Ini merupakan inisiatif produsen," jelasnya.
Sahat menambahkan, saat ini produksi minyak goreng baik curah maupun kemasan 680 ribu ton per bulan. Sedangkan, stok yang ada mencover 30 hari. Dan, sekarang trennya terjadi peralihan penggunaan minyak goreng dari curah kekemasan. "Ini dipengaruhi oleh maraknya bermunculan toko modern di Tanah Air," tukasnya.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito mengataÂkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana memÂbuat aturan khusus perihal harga minyak goreng. Aturan ini tidak termasuk dalam harga acuan KeÂmendag untuk lima komoditas prioritas yang telah dikeluarkan sebelumnya.
"Saya sudah bikin pertemuan dengan industri minyak goreng dan industri dari CPO nya untuk membahas soal minyak. Nantinya akan dibuatkan aturan supaÂya harganya stabil," ujar politisi Nasdem ini.
Berdasarkan catatan perdaÂgangan Kemendag beberapa waktu lalu, telah terjadi lonjakan harga minyak goreng sekira Rp 500-Rp 600 per liter. Guna menyelesaikan lonjakan harga tersebut, Kemendag akan terus berkoordinasi dengan industri minyak goreng dan industri
crude palm oil (CPO) untuk menyusun langkahnya.
"Biasanya harga CPO naik, harga naik. Tapi saya tidak mau harga minyak goreng tidak boleh naik lagi," tuturnya.
Sementara itu untuk harga acuan, pihaknya bersama KeÂmenterian Pertanian masih melakukan perhitungan. Selain itu, ada dua komoditas yang dikeluarkan dari harga acuan yakni cabai dan kedelai. "Kita keluarkan karena memang cabai harganya berfluktuasi, kalau kedelai dikeluarkan karena kita mau konsen di lima bahan pokok dulu supaya betul-betul konsentrasi," tukasnya. ***