Berita

Politik

Satu Per Satu Media Konvensional Tutup, Negara Harus Hadir Untuk Melindungi

SABTU, 17 DESEMBER 2016 | 19:38 WIB | LAPORAN:

Negara harus hadir untuk melindungi industri media massa nasional dari ancaman media sosial milik luar negeri. Karena saat ini tak sedikit media konvensional dalam negeri yang sudah gulung tikar.

"Tadi pagi saya mendapatkan kabar bahwa ada delapan media cetak lagi yang menyatakan diri meninggal dunia. Sudah tutup, sudah pamit pada pembacanya. Dan saya kira dalam konteks ini media radio juga kondisinya tidak jauh berbeda, termasuk televisi juga mengalami penurunan," ungkap pengamat media Agus Sudibyo, dalam diskusi "Radio Perekat NKRI, Satu Suara Berjuta Telinga" di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/12).

Proteksi terhadap media dalam negeri melalui undang-undang menurutnya teramat penting. Pasalnya negara lain pun menyadari akan hal itu. Sebut saja India, Korea, Argentina, Brasil dan Uni Eropa.

"Semangatnya bukan untuk menolak Google, Facebook dan sebagainya. Melainkan ada langkah-langkah rill di level kebijakan untuk melindungi industri media konvensional," jelas mantan anggota Dewan Pers ini.

Di India, lanjutnya, pemerintah bahkan memberikan subsidi kertas bagi media cetak dalam jumlah yang tidak bisa dibilang sedikit. Upaya pemerintah India tersebut sebagai suatu bentuk kesadaran pemerintah bahwa media konvensional tidak bisa digantikan fungsinya oleh media sosial.

"Sebagai sarana kontrol dan sebagainya, media konvensional termasuk radio belum bisa tergantikan. Oleh karenanya negara hadir," tegasnya.

Karenanya, Agus berharap Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi I DPR, Komisi Penyiaran Indonesia serta pemangku kepentingan media lainnya membuat sebuah undang-undang demi menjaga media mainstream nasional dari ekspansi Google dan media sosial lainnya.

"Kita tidak mungkin menolak Google dan sebagainya. Tapi kita harus mempunyai sikap untuk kemudian industri media hiburan nasional tetap bisa eksis," imbuhnya.

Media sosial menurutnya telah meraup keuntungan sedemikian besar. Namun yang diuntungkan hanya raksasa-raksasa saja seperti Google, Facebook, Twitter, dan Yahoo. Sementara media lokal mengalami turbelensi sedemikian rupa.

"Kalau di Indonesia masih berasumsi cetak mati karena media online. Kita harus tanya, media online mana yang dimaksud. Karena kalau dari data yang saya punya, mereka juga tidak mengalami perkembangan," tandasnya. [zul]

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya