Keputusan pemerintah menurunkan harga gas industri akan menarik masuknya banyak investasi baru ke Indonesia. Bahkan, beberapa perusahaan petrokimia berkomitmen untuk menanamkan modalnya.
"Perusahaan petrokimia beÂrencana membangun pabrik methanol dan turunannya," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, kemarin.
Beberapa investasi tersebut antara lain, pembangunan indusÂtri petrochemical to oleofin berÂbasis gas di teluk Bintuni oleh PT Pupuk Indonesia, Sojitz, FerÂrostaal, dan LG. Nilai investasÂinya sebesar 4,12 miliar dolar AS. Pembangunan diharapkan dimulai pada 2017 dan mulai beroperasi pada 2021.
Kemudian, pembangunan inÂdustri amonia berbasis gas bumi di Banggai Sulawesi Tengah dengan total investasi sebesar 744 juta dolar AS. "Saat ini pemÂbangunan (reaktor) EPC mencaÂpai 40 persen, dan diharapkan selesai pada 2019," katanya.
Ketiga pembangunan indusÂtri petrokimia berbasis gas di Masela-Maluku, dengan total investasi 3,9 miliar dolar AS. Keseluruhan investasi tersebut menyerap 57 ribu tenaga kerja langsung, dan 590 ribu tenaga kerja tidak langsung.
Dengan begitu, kata dia, berkontribusi pada peningkatan nilai tambah sebesar Rp 42,3 triliun, serta menghemat pengeÂluaran negara Rp 42,9 triliun dari subtitusi impor. Investasi tersebut, lanjut dia, memberikan potensi peningkatan negara dari sektor pajak sebesar Rp 5,1 triliun.
Bupati Teluk Bintuni Papua Barat Petrus Kasihiw mengaÂtakan, sebagai daerah penghasil gas, berkomitmen sepenuhnya untuk mengamankan kebijakan pemerintah pusat terkait dengan penetapan harga gas. Alhasil. kebijakan harga tersebut dapat memberi dampak positif terÂhadap pembangunan di Teluk Bintuni Papua Barat.
"Kami sebagai daerah penghaÂsil gas sangat berkepentingan agar pemerintah pusat segera menetapÂkan harga gas untuk pengembanÂgan industri petrokimia di Bintuni yang sudah dua tahun dilakukan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan kementerian lainnya," katanya.
Dia menilai, hadirnya industri petrochemical di Bintuni akan mempercepat proses pembanÂgunan di Bintuni yang memang sangat tertinggal dari daerah lain di Indonesia Timur. Karena itu, lanjutnya, patokan harga gas pun harus memberikan ruang dan kesempatan kepada tumbuhnya investasi di bidang industri petÂrochemical baik skala nasional maupun internasional di Bintuni.
"Berdasarkan hasil pantauan dan berbagai kajian yang ada, kami merekomendasikan harga gas tersebut berkisar antara 3-3,5 dolar AS per MMBTU (
MilÂlion Metrics British Thermal Units). Kisaran harga tersebut diyakini mampu menarik minat bagi kalangan dunia usaha untuk berinvestasi di Teluk Bintuni," ujarnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi
Institute for DevelompÂment of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya, harga gas yang turun bisa meÂnarik minat investor datang ke Indonesia. "Kalau potensi meÂnarik investor dan memperbaiki ekonomi nasional pasti ada tapi yang jelas harus benar dipastikan harga gas itu benar-benar turun dulu," kata Berly. ***