Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pengacara PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP), Raoul Adhitya Wiranatakusuma dengan hukuman 7,5 tahun penjara.
Tuntutan itu dilayangkan karena Raoul dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap dua hakim dan seorang panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut terdakwa Raoul untuk dijatuhi hukuman pidana denda, yakni membayar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, Raoul terbukti menyuap Hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya sejumlah 25 ribu dolar Singapura melalui panitera PN Jakpus Muhamad Santoso.
Raoul menyerahkan uang tersebut melalui Ahmad Yani, anak buahnya di kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant.
Uang tersebut untuk mempengaruhi putusan hakim atas gugatan wanprestasi yang diajukan PT Mitra Maju Sukses (MMS) terhadap PT KTP.
Diketahui, hakim yang menangani perkara perdata Nomor 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST adalah Partahi selaku Hakim Ketua dan Casmaya selaku hakim anggota.
"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar Iskandar Marwanto, Jaksa Penuntut Umum KPK, membacakaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (7/12).
Diketahui, Raoul didakwa menyuap Hakim Partahi Tulus Hutapea dan Hakim Casmaya sebesar 25 ribu dolar Singapura. Selain itu, menyuap panitera PN Jakarta Pusat, Muhammad Santoso sebesar 3 ribu dolar Singapura. Uang tersebut dilakukan melalui staf Raoul, Ahmad Yani, kepada Santoso.
Menurut Jaksa, uang sebesar 28 ribu dolar Singapura tersebut diberikan supaya Partahi selaku Ketua Majelis Hakim dan Casmaya selaku anggota Majelis Hakim, memenangkan pihak tergugat yang diwakili Raoul Adhitya Wiranatakusumah.
Pada 29 Oktober 2015, PN Jakarta Pusat menerima pendaftaran perkara perdata berupa gugatan wanprestasi yang diajukan PT MMS dan PT KTP. Raoul merupakan pengacara yang mewakili PT KTP dan dua pihak tergugat lainnya.
Setelah beberapa kali persidangan, Raoul menghubungi Santoso selaku panitera, dan menyampaikan keinginan untuk memenangkan perkara tersebut. Raoul berharap agar hakim menolak gugatan PT MMS.
Santoso kemudian menyarankan agar Raoul menemui langsung hakim yang mengadili perkara yang sedang ia tangani. Selain itu, Santoso juga meminta agar Raoul menyiapkan uang untuk hakim.
Untuk mengantarkan uang, Raoul meminta Ahmad Yani untuk berkomunikasi dengan Santoso. Saat terjadi penyerahan uang, Santoso dam Ahmad Yani ditangkap petugas KPK.
Atas perbuatan tersebut, Raoul didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[ian]