AKHIR-AKHIR ini di Tanah Air Udara tercinta kita tampil suatu bentuk persaingan gaya baru yaitu persaingan dalam bidang unjuk-rasa sebagai bagian hakiki dari alam demokrasi khusus dalam bersaing untuk TIDAK melakukan kekerasan.
Kelompok yang bersaing dalam unjuk-rasa masing-masing tidak mau kalah ketimbang kelompok lainnya dalam hal TIDAK melakukan kekerasan. Kekerasan yang TIDAK dilakukan tidak terbatas dalam bentuk kekerasan fisik namun juga kekerasan verbal. Persaingan TIDAK melakukan kekerasan tampak jelas "dipertarungkan" secara ketat antara kelompok yang melakukan aksi-damai 4/11 "melawan" kelompok yang melakukan parade Bhineka Tunggal Ika 19/11.
Kedua kelompok bersaing ketat dalam upaya menunaikan jihad al-Nafs, perjuangan menaklukkan diri sendiri, untuk TIDAK melakukan kekerasan dalam penyelenggaraan unjuk-rasa masing-masing. Masing-masing kelompok gigih berjuang untuk TIDAK melakukan kekerasan baik dalam bentuk perilaku ragawi mau pun ucapan-ucapan yang keluar dari mulut. Masing-masing kelompok bersaing dalam keras berupaya untuk melakukan unjuk-rasa dengan TANPA melontarkan kata-kata kasar, kotor, jorok, cacimaki, cemooh, hujatan, fitnah, yang bisa menyakiti apalagi melukai perasaan orang lain.
Bahkan masing-masing kelompok dalam asyik berunjuk-rasa juga bersaing dalam perilaku membersihkan sampah seperti botol minuman, bungkusan makanan, sisa-sisa makanan dan lain-lain sampah pasca unjuk rasa yang merusak kebersihan dan kesehatan lingkungan. Masing-masing kelompok berupaya menjaga agar taman di pinggir jalan raya yang dilalui para unjuk-rasawan tidak mengalami kerusakan. Masing-masing kelompok berjuang habis-habisan untuk mampu dan mau melaksanakan unjuk rasa secara lebih tertib, lebih santun, lebih aman dan lebih damai ketimbang unjuk-rasa yang dilakukan kelompok lain.
Persaingan TIDAK melakukan kekerasan yang dilakukan oleh para peserta unjuk-rasa benar-benar merupakan suatu bentuk persaingan yang mencerminkan keadiluhuran peradaban bangsa Indonesia. Alih-alih bersaing dalam berbuat keburukan , maka masyarakat Indonesia bersaing dalam berbuat kebaikan. Betapa indah suasana peradaban apabila umat manusia bersaing untuk berbuat baik. Betapa indah suasana kehidupan, apalagi kita sengit masing-masing bersaing dalam terus menerus memperbaiki akhlak, moral dan budi pekerti diri sendiri yang jelas merupakan citra peradaban adiluhur.
Insya Allah, persaingan untuk TIDAK melakukan kekerasan yang dilakukan oleh para unjuk-rasawan Indonesia dapat terus dilanjutkan bahkan dikembangkan. Insya Allah, persaingan TIDAK melakukan kekerasan yg dilakukan oleh masyarakat Indonesia dapat disaksikan dan dihayati oleh seluruh umat manusia di planet bumi agar dapat dipetik lalu dijunjung tinggi sebagai suri teladan demi membangun kehidupan umat manusia yang lebih damai, lebih sejahtera, lebih bahagia maka lebih indah.
[***] Penulis mendambakan perdamaian sebagai poros persatuan kesatuan bangsa