Susaningtyas Kertopati/Net
Teror bom molotov di depan Gereja Oikumene, SengÂkotek, Samarinda, Kalimantan Timur pada hari Minggu lalu, membuat publik geram. Bukan hanya dianggap menungganggi panasnya situasi publik akhir-akhir ini, aksi teror itu juga menelan korban.
Intan Olivia, seorang anak berusai dua tahun, meninggal dunia akibat sebagian besar tubuhnya hangus terkabar api ledakan bom molotov yang dilemparkan Juhanda, pelaku teror.
Namun, yang perlu dilakukan bukan hanya menyampaikan rasa geram. Pemangku kebiÂjakan dan publik harus mencari akar permasalah sehingga aksi teror serupa tidak terulang lagi. Berikut, penjelasan pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati mengenai akar masalah teror tersebut dan cara menangguÂlanginya:
Bagaimana tanggapan anda mengenai teror bom molotov di Gereja Oikumene?Kita semua marah dan mengeÂcam teror itu, terlebih hingga menewaskan seorang anak kecil bernama Intan.
Banyak pelaku teror sudah ditangkap. Menurut anda, kenapa teror semacam itu masih terjadi?Teror di negara kita itu patah tumbuh hilang berganti. Beragam jaringan dan visinya. Tetapi, apapun, jihad dalam wujud teror itu harus dihentikan. Pemikiran radikal harus segera dicegah tangkal.
Banyak yang bilang, aksi teror ini adalah persoalan ideologis?Bukan. Fenomena terorisme tidak bisa dipandang hanya sebaÂtas persoalan ideologis semata. Feromena ini juga merupakan persoalan ketidakseimbangan sosiologis. Ketidakseimbangan sosiologis inilah yang bisa menÂimbulkan kesenjangan ekonomi, kesenjangan pendidikan, dan represi politik, meskipun tak ada determinant factor timbulnya terorisme itu sendiri, karena terkadang muncul pengecualian faktor utama sebagai embrio terorisme.
Jadi, bukan hanya faktor ideologi yang bisa menjadi embiro terorisme?Ya. Ideologi itu hanya berperan sebagai faktor mobilisasi massa.
Bagaimana pandangan Anda mengenai penanggulanÂgan terorisme selama ini?Selama ini, kita melihat penÂanganan terorisme ini tak inteÂgratif dari hulu hingga hilir. Kita juga belum melihat adanya riset yang mendalami embrio terorÂisme di Indonesia. Media pun kerap hanya membahas kejadian dan tindakan represif aparat saja, tak melihat secara holistik.
Lalu, bagaimana seharusÂnya?Pencegahan dan penangÂgulangan terorisme itu harus integral. Pencegahan itu harus melibatkan tokoh masyarakat, agama, sosial budaya dan penÂdidikan, serta departemen-deÂpartemen terkait sosial, agama, pendidikan hingga 17 kemenÂtrian terkait.
Deradikalisasi juga harus menggunakan pendekatan yang tepat, termasuk pendekatan sosial budaya. Masyarakat juga harus diajak berperan aktif menÂgawasi lingkungannya agar terbebas dari hadirnya paham radikal di antara warga setempat. Proses pelaporan identitas warga juga harus kembali dibenahi dan dijalankan dengan baik.
Jadi, masyarakat juga harus dilibatkan?Dalam penanganan terorisme dan radikalisme, perlu adanya program khusus pemerintah untuk meningkatkan ketahanan masyarakat dan bangsa. Program ini harus dilakukan dari bawah, mulai dari tingkat RT/RW, keluÂrahan dengan semangat Bhineka Tunggal Ika.
Tujuannya, untuk pembinaan dan pengawasan, meningkatkan kepedulian dan toleransi. Sebab, beberapa tahun belakangan, kepedulian dan toleransi ini sudah kehilangan rohnya. ***