Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Kuasa Tanpa Mulia

KAMIS, 10 NOVEMBER 2016 | 07:15 WIB | OLEH: YUDI LATIF

BANYAK orang mencari kehormatan dalam gelar dan jabatan tanpa memenuhi nilai-nilai prinsipil dan tanggung jawab dari kedudukannya. "Aib terbesar," kata Juvenalis, "ketika kamu lebih mementingkan kehidupan ketimbang harga diri, sementara demi kehidupan itu sendiri engkau telah kehilangan prinsip-prinsip kehidupan."

Sutan Sjahrir, salah seorang negarawan-pemikir terbaik bangsa ini, sejak lama merisaukan fenomena seperti itu. Dalam catatan harian dari balik penjara, dengan nama samaran Sjahrazad, yang dibukukan dalam Renungan Indonesia, Bung Sjahrir menulis, "Bagi kebanyakan orang-orang kita 'yang bertitel'--saya pakai perkataan ini akan pengganti 'intelektuil', sebab di Indonesia ini ukuran orang bukan terutama tingkat penghidupan intelek, akan tetapi pendidikan sekolaH--bagi 'orang-orang yang bertitel' itu pengertian ilmu tetap hanya pakaian bagus belaka, bukan keuntungan batin. Bagi mereka ilmu itu tetap hanya suatu barang yang mati, bukan hakekat yang hidup, berubah-ubah dan senantiasa harus diberi makan dan dipelihara."

Masalah kegilaan pada titel (gelar) tanpa kedalaman ilmu, yang dicatat Bung Sjahrir pada 20 April 1934 itu, situasinya tidak tambah membaik, bahkan memburuk. Upaya peningkatan sumber daya manusia hanya dilandaskan pada tingkat pendidikan formal, bukan pada penyediaan ekosistem yang baik bagi pengembangan olah budi, olah cipta, dan olah karsa (kreativitas). Perolehan ijazah lebih dikedepankan daripada penguasaan ilmu. Guru-guru dipersyaratkan setidaknya menamatkan S-2, tanpa dihiraukan peningkatan kapasitas pedagogisnya.

Seiring dengan itu, gelar-gelar akademis dikejar banyak orang sebagai pelengkap jabatan. Makin banyak politisi mengambil studi pascasarjana, tetapi makin sedikit yang menjalani sungguh-sungguh dengan motif pendalaman ilmu. Lebih parah lagi, kecenderungan itu melanda dunia akademisi juga. Banyak dosen/peneliti memburu gelar profesor tanpa merasa perlu mempertanggungjawabkan mutu keilmuannya sebagai guru besar. Betapa banyak profesor tidak dikenal apa karyanya.

Kegilaan banyak orang juga berlangsung dalam perlombaan mengejar jabatan kenegaraan. Ketika kekaguman pada "nama-nama besar" mulai pudar akibat kemerosotan wibawa pusat-pusat teladan, banyak orang mengalihkan kekagumannya pada diri sendiri (self-glorification). Hanya berbekal penampilan atau berkantong tebal, seseorang sudah merasa pantas menduduki kedudukan terhormat.

Berbagai cara dilakukan orang untuk meraih kedudukan. Namun, tatkala kedudukan itu diraih, mereka tak sungguh-sungguh menyadari bahwa dirinya pejabat yang harus melindungi kehormatannya. Menjadi pejabat negara semestinya mensyaratkan kondisi kejiwaan berbeda dengan menjadi pengusaha. Di bisnis, keberhasilan dilihat dari kesanggupan dalam mendatangkan keuntungan bersifat pribadi. Dalam politik, keberhasilan diukur dari keberhasilan seseorang dalam memberikan pelayanan publik.

Pencapaian jabatan politik lebih dari sekadar pencapaian karier pribadi, tetapi juga mengemban pencapaian kepentingan kolektif di pundaknya. Dalam tindak tanduknya, pejabat negara harus mempertimbangkan marwah dan harga diri bangsanya.

Perpaduan antara kegilaan atas gelar dan jabatan tanpa kedalaman ilmu, rasa malu, dan kehormatan membuat negara ini mengalami defisit kemuliaan dan surplus kehinaan. Perhatian negarawan mulia adalah apa yang dapat diberikan untuk negara. Kebesaran jiwa mereka membuatnya tak mencari jabatan dan tak takut kehilangan jabatan. Adapun perhatian politisi terhina adalah apa yang dapat diambil dari negara. Kekerdilan jiwa membuat mereka berlomba mengejar jabatan dan dengan segala cara manipulatif berusaha mempertahankannya.

Benar juga kata George Bernard Shaw, "Titel/jabatan memberi kehormatan kepada orang-orang medioker, memberi rasa malu bagi orang-orang superior, dan diperhinakan oleh orang-orang inferior." Gemuruh para petaruh di bursa pencari jabatan pertanda pos-pos kenegaraan diisi orang-orang medioker. Derasnya umpatan, sinisme, dan ketidakpercayaan publik kepada lembaga-lembaga kenegaraan menyiratkan bahwa pos-pos kenegaraan dipimpin orang-orang inferior.

Para pemimpin inferior yang menggantungkan pengaruhnya pada jabatan dan gelar semata, bukan berlandaskan kewibawaan yang berjejak pada kapasitas, integritas, dan pemenuhan amanah publik, tidaklah bisa berumah di hati rakyat. Pemimpin ada kalau mereka hadir dalam alam kesadaran dan penderitaan rakyat.

Bung Karno mengatakan, "Mereka seharusnya belajar bahwa seorang tidak dapat memimpin massa rakyat jika tidak masuk ke dalam lingkungan mereka.... Demi tercapainya cita-cita kita, para pemimpin politik tidak boleh lupa bahwa mereka berasal dari rakyat, bukan berada di atas rakyat." Secara retoris, Bung Karno juga mempertanyakan, "Berapa orangkah dari alam pemimpin Indonesia sekarang ini yang masih benar-benar ’rakyati’ seperti dulu, masih benar-benar 'volks' seperti dulu?" [***]

Yudi Latif adalah cendekiawan muslin, pemikir Islam dan kenegaraan.


Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Dirjen Anggaran Kemenkeu Jadi Tersangka, Kejagung Didesak Periksa Tan Kian

Sabtu, 08 Februari 2025 | 21:31

Kawal Kesejahteraan Rakyat, AHY Pede Demokrat Bangkit di 2029

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:55

Rocky Gerung: Bahlil Bisa Bikin Kabinet Prabowo Pecah

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:53

Era Jokowi Meninggalkan Warisan Utang dan Persoalan Hukum

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:01

Tepis Dasco, Bahlil Klaim Satu Frame dengan Prabowo soal LPG 3 Kg

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:50

Dominus Litis Revisi UU Kejaksaan, Bisa Rugikan Hak Korban dan tersangka

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:28

Tarik Tunai Pakai EDC BCA Resmi Kena Biaya Admin Rp4 Ribu

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:16

Ekspor Perdana, Pertamina Bawa UMKM Tempe Sukabumi Mendunia

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:41

TNI AL Bersama Tim Gabungan Temukan Jenazah Jurnalis Sahril Helmi

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:22

Penasehat Hukum Ungkap Dugaan KPK Langgar Hukum di Balik Status Tersangka Sekjen PDIP

Sabtu, 08 Februari 2025 | 17:42

Selengkapnya