Almarhum (Alm) Munir Said Thalib diketahui sebagai salah satu pendiri Komisi unÂtuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Berkat jasanya membesarkan LSM yang bergerak di bidang penegakan HAM ini, foto Munir terus diabadikan di Kantor Kontras, Jalan Kramat II, Nomor 7, Jakarta Pusat.
Kantor Kontras saat kepemimpinan Munir berada di Jalan Borobudur Nomor 14, Menteng, Jakarta Pusat. Setelah belasan taÂhun menempati kantor sederhana itu, Kontras pindah ke kantor yang lebih bagus. "Kami baru setahun menempati kantor ini," kata Yayan, salah seorang staf Kontras.
Kantor dua lantai itu selalu terbuka untuk umum. Pintu gerbangnya juga tidak pernah ditutup. Sebagai petunjuk, papan nama kecil dipasang di atas pintu gerbang. Tulisannya "Kontras".
Masuk lebih dalam, pengunÂjung disambut foto Munir yang dipampang di tembok, di lantai dua. Di samping foto itu, terÂdapat pesan terhadap seluruh pegiat HAM. Isinya, "Kita harus lebih takut kepada rasa takut itu sendiri, karena rasa takut menghilangkan akal sehat dan kecerdasan kita".
Di teras kantor disediakan kursi untuk tempat tamu berÂcengkerama. Tak ketinggalan, di ruang tamu juga terdapat papan yang tidak terlalu besar dengan tulisan "Striving". Papan terseÂbut berisikan foto-foto korban pembunuhan yang belum terungÂkap hingga saat ini. Seperti, warÂtawan Bernas, Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin, aktifis buruh Marsinah, budayawan Widji Tukul dan akÂtivis HAM Munir. "Pemerintah harus berani mengungkap siapa sebenarnya pembunuh mereka," ucap Yayan berapi-api.
Menuju ruang tamu, lukisan Munir tetap dipajang dengan ukuran besar. Sementara, ruang tengah yang berdampingan denÂgan ruang tamu tidak diberi sekat pembatas. Ruangan ini, sehari-harinya untuk tempat rapat. Tak lupa, spanduk Kontras dipasang di depan ruang rapat.
Tak jauh dari ruang rapat, ditempatkan patung Munir denÂgan ukuran setengah badan. Di bagian bawah patung terdapat pesan, "Hak Asasi Manusia daÂlam konteks solidaritas kemanuÂsian, telah menciptakan sebuah bahasa yang universal dan egaliÂter, yang berbicara melampaui batasan-batasan ras gender, etnis dan agama. Karena itulah kita harus menjadikannya sebagai pintu masuk bagi terciptanya dialog bagi orang-orang dengan berbagai latar belakang sosial, budaya dan ideologi." Beginilah suasana kantor Kontras.
Kini, Kontras kembali menyuÂarakan agar pemerintah menÂgusut tuntas kasus pembunuÂhan Munir. Wakil Koordinator Kontras, Puri Putri Kencana memÂinta Presiden Jokowi untuk memÂbuat konsolidasi birokrasi, guna mencari dokumen asli dan resmi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang diduga hilang.
Sebab, selama ini, semua pernyataan yang muncul sama-sama mengindikasikan bahwa dokumen TPF tidak disimpan di Istana. "Sebuah pemerintahan yang baik harus mencoba dulu segala cara untuk menyelidiki ke mana gerangan dokumen berada," ujar Puri.
Puri menginginkan pemerintah tidak terburu-buru bilang tidak memiliki, tidak menguasai atau tidak mengetahui hasil rekomenÂdasi TPF Munir. "Apalagi mantan Presiden SBY sudah memberikan jejak, mungkin saja dokumen ada di arsip nasional," ucapnya.
Dia menegaskan akan terus mengejar penyelesaian kasus pembunuhan Munir sampai kapan pun, dan siapa pun presidennya, karena aktor utama pembunuhan ini belum juga ditemukan. "Ini bukan masalah Kontras seakan dukung langkah SBY dan kritik Jokowi," ucapnya.
Sebab, saat kepemimpinan Presiden SBY, pihaknya juga mengkritik secara gencar terkait masalah HAM, termasuk lambanÂnya penanganan kasus Munir.
Puri menambahkan, pengusuÂtan kasus Munir hanya bisa berÂjalan jika menggunakan logika berikut. Pertama, ungkap dulu dokumennya. Sebab, selama 12 tahun mungkin ada perkembanÂgan kasus yang bisa dilihat dari dokumen TPF.
Selanjutnya, tim penyelidik dikuatkan lagi untuk melacak bukti bukti baru. "Terakhir, baru dituntut jaksa sebagai bagian dari eksekutor," saran dia.
Terpisah, isteri almarhum Munir, Suciwati menegaskan, siapa pun presiden Indonesia, pihaknya akan terus menunÂtut kasus Munir dituntaskan. Semua yang bersalah melakukan tindakan kejahatan harus dikeÂnakan hukum. "Kami meminta pengungkapan kebenaran dan keadilan," tegas Suciwati.
Suciwati berharap, siapa pun yang terlibat dalam perkara pemÂbunuhan suaminya harus diprosÂes, diadili, dan dihukum. "Jangan hanya terbatas pada pelaku lapanÂgan saja," kritiknya.
Dia menegaskan, tuntuÂtan penuntasan kasus Munir ini tidak sebatas ditujukan kepada Presiden Jokowi. Sebab, seluÂruh presiden pada masa-masa sebelumnya hingga kasus Munir terjadi, juga telah diminta untuk menuntaskan kasus ini.
Pihaknya, kata Suciwati, telah menuntut untuk mengungkap dan menegakkan hukum atas kasus Munir sejak Presiden Megawati hingga Presiden SBY. "Bahkan, presiden-presiden berikutnya bila kasus ini tak dituntaskan, tetap akan kami tuntut," tegasnya.
Sementara, Juru Bicara Istana Kepresidenan Johan Budi meÂnyatakan, pencarian dokumen asli TPF kasus pembunuhan Munir bukan sekadar untuk menunjukÂkan data itu ke publik. Kata Johan, pemerintah juga berkomitmen untuk menyelesaikan perkara itu. "Presiden sudah berkomitmen unÂtuk menyelesaikan kasus Munir. Tapi, itu harus ada dokumen aslinya," ucap Johan.
Johan melanjutkan, penyeÂlesaian perkara pembunuhan Munir akan dilakukan setelah ada data TPF, yang selanjutnya dikaji Kejaksaan Agung. Adapun tindak lanjut yang dilakukan, sambungnya, adalah dengan mengkaji isi dokumen itu dan mempertimbangkan rekomendaÂsi-rekomendasi di dalamnya.
Seperti diketahui, rekomendasi TPF kasus Munir antara lain, pemÂbentukan tim pengkajian dengan dukungan kekuatan politis.
Latar Belakang
Putusan Majelis KIP Pemerintah Harus Umumkan Dokumen TPF Kasus Munir
Perjuangan Munir membela Hak Asasi Manusia (HAM) beÂrakhir tragis. Salah satu pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini meregang nyawa saat dalam perjalanan menuÂju Amsterdam, Belanda, 7 September 2014.
Pria dengan jabatan terakhir Direktur Eksekutif lembaga pemantau HAM Indonesia, Imparsial ini meregang nyaÂwa dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam.
Tak lama kemudian, poliÂsi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenik di tubuh Munir setelah otopsi.
Setelah dilakukan penyidikan, akhirnya ditemukan pelaku pembunuh Munir, yakni Pollycarpus Budihari Priyanto. Polly ditantakan bersalah dan dijatuhi vonis 14 tahun penjara. Majelis hakim menyatakan, Pollycarpus, pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir. Menurut hakim Cicut Sutiarso, sebelum pembunuhan, Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon. Hingga kini, pelaku utama pembunuhan terÂhadap aktivis HAM tersebut belum tuntas secara utuh.
Berlarut-larutnya penuntasan kasus pembuhan Munir, memÂbuat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) protes. Lembaga yang pernah dibesarkan Munir ini, akhÂirnya menggugat Kementerian Sekretaris Negara ke Komisi Informasi Pusat (KIP).
Gugatan tersebut diajukan agar pemerintah mempublikasiÂkan laporan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir. Putusannya, pemerintah harus membuka data tersebut ke publik untuk memenuhi asas keterbuÂkaan informasi.
Hasilnya, Ketua Majelis Sidang Evy Trisulo dalam amar puÂtusan sidang pada Senin (10/10) menyatakan, "Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengumumkan secara resmi hasil penyelidikan TPF kasus meninggalnya Munir kepada masyarakat."
Menanggapi putusan tersebut, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Alex Lay menyatakan, pihaknya tidak menyimpan dokumen TPF kasus pembunuhan Munir.
Menurut bekas Mensesneg Sudi Silalahi, pemerintahan SBY tidak memegang data asli, alias hanya salinan saja. Akhirnya, salinan itu tersebut dikirimÂkan ke Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg) via kurir, Rabu (26/10). Tidak sampai sehari, salinan dokumen TPF pembunuhan Munir sudah samÂpai Istana.
"Kemarin, pukul 15.30 atau 16.30, melalui kurir, Pak Sudi Silalahi yang waktu itu Mensekab, sudah mengirimÂkan kopian naskah laporan TPF Munir," ujar Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/10)
Johan mengatakan, saat ini dokumen TPF sudah di tangan Kemensesneg, dan dokumen kopi tersebut akan diserahkan kepada Jaksa Agung. Ia meÂnambahkan, kopian dokumen tersebut telah ditandatangani Ketua TPF saat itu, Marsudi Hanafi. "Ada ditandatangani di lembar akhir oleh Pak Marsudi, menyatakan kopi laporan ini sesuai aslinya," ucap Johan.
Meski telah ada tanda tangan Ketua TPF, Johan menyatakan, Presiden Jokowi telah memberiÂkan tugas kepada Jaksa Agung untuk menelusuri dokumen tersebut, termasuk menelusuri apakah kopian itu isinya sama dengan yang asli atau tidak. "Yang pasti, kopian dokumen naskah itu akan diserahkan ke Jaksa Agung," ujar bekas Jubir KPK itu.
Berikutnya, lanjut Johan, doÂkumen tersebut akan ditelusuri lebih lanjut sesuai perintah Presiden, dan isinya akan dipelaÂjari. "Tapi karena ini fotokopian, tentu harus ditelusuri lagi, apakÂah sesuai aslinya. Itu diserahkan kepada Jaksa Agung," ucapnya.
Jaksa Agung Prasetyo menyaÂtakan akan mencari dokumen asli laporan TPF pembunuhan Munir. Prasetyo juga mengharÂgai SBY yang telah menjelaskan dokumen TPF Munir. "Kalau nanti sudah ketemu, akan segera kita pelajari, evaluasi. Dari situ, baru kami akan menentukan langkah-langkah," ucapnya.
Sebelumnya, salah satu rekoÂmendasi yang berada di dalam data TPF adalah pembentukan tim pengkajian dengan dukunÂgan kekuatan politis. Hal itu unÂtuk memudahkan pemeriksaan sejumlah figur yang selama ini sulit diperiksa TPF. ***