Berita

Ketua PWI Jambi, Mursyid Songsang, sedang berada di Pantai Jungmun-Daepo. RMOL

Dunia

Ada Tiga Hal yang Paling Banyak di Pulau Jeju, Korea Selatan

MINGGU, 23 OKTOBER 2016 | 23:31 WIB | OLEH: DR. TEGUH SANTOSA

Setelah melantunkan lagu rakyat Arirang, tour guide yang mendampingi kami selama berada di Pulau Jeju, Korea Selatan, Peter Park, memulai ceritanya pagi tadi tentang tiga hal yang paling banyak di pulau itu.

Saya ikut bersama delegasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang sedang mengunjungi Korea Selatan atas undangan Asosiasi Jurnalis Korea (JAK). Delegasi PWI terdiri dari tiga orang pengurus PWI Pusat dan 10 ketua PWI  dari 10 provinsi di Indonesia.

Kunjungan ini adalah bagian dari kerjasama PWI dan JAK, dimana setiap tahun PWI dan JAK saling mengirimkan delegasi untuk meningkatkan saling pengertian dan pemahaman di antara masyarakat kedua negara.


Kembali ke cerita Peter.

Hal pertama dari yang paling banyak itu, ujar Peter yang juga hobi memotret, adalah angin yang kecepatannya bisa tiga kali lebih besar dibandingkan angin yang bertiup di Seoul.

"Karena angin yang melimpah, Pemprov Khusus Jeju tengah bekerja keras untuk memenuhi pulau itu dengan turbin-turbin raksasa pembangkit listrik tenaga angin," kata Peter.

Setelah angin, hal kedua yang paling penting di Jeju adalah bebatuan basalt yang dengan mudah ditemukan di Jeju. Dimanapun kita menggali, sambung Peter, pasti akan menemukan batu yang dihasilkan proses vulkanik ini.

Dari batu-batu vulkanik ini pula masyarakat Jeju sejak dahulu kala membuat patung sepasang orang tua yang disebut dol hareubang sebagai simbol kebaikan dan perlindungan juga kesuburan.

"Bila menginginkan keturunan, datanglah ke Jeju, dan usap hidup dol hareubang. Tapi ini hanya berlaku untuk perempuan," katanya sambil tertawa. Bagaimanapun juga ini adalah mitos dan cerita yang berkembang dari mulut ke mulut di tengah masyarakat Jeju.

Peter membawa kami ke Pantai Jungmun Daepo untuk melihat keunikan batu-batu basalt yang berbentuk columnar joints. Batu-batu ini ditemukan sepanjang 2 kilometer dari Pantai Jungmun-dong ke Daepo-dong.

Menurut para ahli, bebatuan ini adalah hasil dari pendingan lava yang mengalir dari kawah Nokhajiak ke laut antara 250 ribu tahun hingga 140 ribu tahun lalu.

Hal ketiga yang lebih banyak di Jeju adalah perempuan. Bukan hanya lebih banyak dari laki-laki, perempuan di Jeju juga disebut lebih perkasa.

Peter merujuk pada wanita-wanita penyelam di Jeju yang disebut haenyeo. Mereka mampu berada di bawah air tanpa tabung oksigen untuk mencari ikan dan cumi-cumi selama 2,5 menit hingga kedalaman 20 meter.

"Bahkan ada haenyeo yang berusia 90 tahun," kata Peter.

Saat ini penyelam wanita paling muda berusia 26 tahun. Namun begitu, menurut Peter, kini jumlah haenyeo semakin berkurang karena semakin sedikit perempuan Jeju yang mau melanjutkan tradisi ini.

"Ibu saya juga seorang haenyeo. Dulu waktu masih kecil, saya sering  tak menemukan ibu saya di rumah saat saya pulang dari sekolah. Kalau begitu, dia pasti berada di laut mencari ikan. Saya akan ke laut, mengejarnya, kemudian kami bertepuk tangan (high five), dan setelah itu, saya pun kembali ke rumah," cerita Peter.

Dalam kunjungan pertama saya ke Jeju tahun 2013 lalu, saya berkesempatan menyaksikan kehebatan haenyeo di kaki kaldera mati Songsan Ilchubong.

Mereka mengenakan pakaian selam berwarna hitam-hitam, penutup mata, dan membawa jaring serta pelampung putih yang digunakan untuk menahan jaring agar tidak tenggelam. Jaring itu mereka gunakan untuk meletakkan ikan atau cumi-cumi yang mereka temukan.

Hebatnya, Pemprov Khusus Jeju memanfaatkan ketiga hal yang paling banyak di Jeju ini untuk menopang pembangunan Jeju, khususnya di sektor energi dan pariwisata.

Sebetulnya, ada satu lagi yang dengan mudah ditemukan di Jeju, yaitu jeruk Jeju atau disebut tangerine yang ukurannya lebih kecil dari jeruk biasa. Kulitnya tipis, tanpa biji di dalamnya, dan rasanya segar.

Dulu tangerine disebut sebagai pohon universitas. Saat itu harga tangerine masih tinggi, sehingga pemilik kebun tangerine bisa mengirim anak mereka ke universitas. Tetapi kini, kebun tangerine semakin banyak, membuatnya harganya turun drastis.

"Kini pohon tangerine disebut pohon TK (taman kanak-kanak) karena harganya sudah jatuh," kata Peter lagi.

Saat ke pasar tradisional di Jeju yang bersih dan tak dihinggapi seekor lalat pun, saya membeli satu tas plastik tangerin hanya seharga 5 won. Dalam waktu singkat, tangerine satu plastik itu habis kami keroyok. [guh]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya