Berita

Foto: Net

Bisnis

Mengapa Harga Gas Industri Di Malaysia Di Bawah 6 Dolar AS

KAMIS, 06 OKTOBER 2016 | 15:26 WIB | LAPORAN:

Pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla saat ini sedang berupaya untuk menurunkan harga gas untuk industri.

Salah satu alasannya, karena harga gas industri di Indonesia lebih mahal daripada negara tetangga.

Kemarin (Rabu, 5/10) dalam rapat terbatas, Presiden Joko Widodo memaparkan, harga gas di Vietnam saat ini hanya 7 dolar AS per MMBtu, Malaysia dan Singapura berkisar 4 dolar AS/MMBtu, sementara di Indonesia mencapai 9-10 dolar AS/MMBtu.


"Pemerintah Malaysia melalui Petronas memberikan subsidi harga gas kepada industri-industri mereka, itu sebabnya harga gas di sana bisa murah," kata pengamat kebijakan publik dan energi, Agus Pambagyo saat dihubungi, Kamis (6/10).

Menurut Agus, jumlah subsidi yang diberikan pemerintah untuk menekan harga gas di negara tersebut cukup besar.

"Jumlahnya besar dan memang sudah agak lama, bertahun-tahun lalu," kata Agus.

Berdasarkan data, sejak tahun 1997 untuk mengontrol agar harga gas ke sektor energi, industri dan real estate tetap rendah, pemerintah Malaysia memberikan subsidi melalui Petronas sebesar RM 230.6 miliar atau 57,5 miliar dolar AS, sekitar Rp 776,25 triliun lebih.

Selain memberikan subsidi melalui Petronas, Pemerintah Malaysia juga menjamin kontinuitas pasokan gas bumi untuk pembangkit listrik dan mengadopsi konsep delivery or pay apabila terdapat kegagalan penyaluran gas bumi.

Sebagai bagian dari kebijakan subsidi tersebut, pemerintah Malaysia juga memberikan hak khusus  dalam pengusahaan kegiatan usaha hulu migas kepada Petronas. Langkah ini merupakan kompensasi yang diberikan pemerintah kepada Petronas yang telah mengambil peran negara dalam pemberian subsidi gas bumi.

"Saya kira Presiden Jokowi perlu mendapatkan informasi yang menyeluruh terkait harga gas untuk industri ini sehingga keputusan yang diambil akan baik bagi industri, pelaku usaha di bidang gas bumi dan keuangan pemerintah sendiri," tutup Agus.[wid]


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya