Kementerian ESDM membatalkan kenaikan harga Solar. Pengusaha logistik bisa bernapas lega karena bebannya tidak bertambah dalam waktu dekat. Daya saing pun bisa terjaga.
Pembatalan diumumkan pada Jumat (30/9) oleh KeÂmenterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). AlasanÂnya mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial masyarakat. Harga solar akan dikaji kembali tiga bulan mendatang.
Dengan pembatalan ini harga solar tetap dibanderol Rp 5.150 per liter. Padahal, sebelumnya ESDM berencana menaikkan harga solar dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 5.750 per liter per 1 Oktober. Kenaikan itu sesuai dengan data dan formula per tiga bulanan.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) BiÂdang Logistik Carmelita Hartoto mengatakan, bersyukur harga solar tidak jadi naik dalam waktu dekat. Dengan begitu, pelaku jasa transportasi dan logistik tidak perlu menaikkan tarifnya kepada pelanggan.
"Selama ini pengusaha harus melakukan penyesuaian tarif jasanya ketika harga solar atau premium naik karena BBM merupakan salah satu komponen penting bagi perusahaan jasa logistik, seperti trucking dan forwarding," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Dengan dibatalkannya keÂnaikan harga solar, ongkos logistik nasional dapat terjaga. Jika kemarin pemerintah tetap menaikkan harga solar dampakÂnya logistik mahal. DampakÂnya akan merambah ke sektor perdagangan, perindustrian, pariwisata, UKM, hingga operaÂsional energi listrik.
"Biaya logistik akan naik. Padahal pemerintah sedang berusaha menaikkan daya saÂing dan kemudahan berbisnis," jelasnya.
Dia menambahkan, saat ini harga BBM, baik premium dan solar Indonesia terbilang lebih mahal dibanding beberapa negara ASEAN. Karena itu, dia berharap, pemerintah untuk menurunkan harga solar.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita. Menurutnya, pembataÂlan kenaikan harga solar akan menjaga daya saing Indonesia. Apalagi, berdasarkan hasil peÂnilaian
World Economic Forum (WEF) ranking daya saing IndoÂnesia menurun empat level dari posisi 37 ke 41 tahun ini.
"Jika mau menaikkan daya saÂing salah satunya adalah menuÂrunkan harga solar. Harga solar kita yang tergolong mahal berÂdampak pada mahalnya biaya logistik kita," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, penurunan harga solar akan meringankan beban industri. Dampaknya biaya produksi bisa ditekan. Daya saing pun bisa naik.
Dalam Laporan Indeks Daya Saing WEF 2016-2017, poÂsisi Indonesia di bawah negara tetangga, seperti Thailand yang berada diposisi 34, Malaysia diposisi 25, dan Singapura diÂposisi 2. Indonesia masih unggul dibandingkan dengan Filipina yang berada pada posisi 57, Vietnam posisi 60, dan Laos posisi 93.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul KoÂsasih sebelumnya mengatakan, seharusnya harga BBM bisa ditekan lagi agar juga bisa menÂdorong ekonomi masyarakat. Bukan justru menaikkannya.
"Ya memang dengan harga minyak yang turun ini, meÂmang disatu sisi, Pertamina sangat diuntungkan ya. Apalagi kan untungnya juga dia besar. Seharusnya masih bisa turun lagi itu, untuk BBM-nya. Agar masyarakat bisa turut menikmati," katanya.
Berdasarkan laporan keuangan Pertamina di semester I, keuntungan PT Pertamina (PerÂsero) dari jualan BBM subsidi mencapai Rp 8,3 triliun. Hal itu dinilai sangat besar untuk kondisi harga minyak dunia yang masih fluktuatif bahkan cenderung rendah.
Karena itu, Achsanul menilai, tidak sepantasnya Pertamina menangguk untung besar dari jualan BBM subsidi sehingga rakyat banyak menjadi korban.
Sebelumnya dalam laporan keuangan di semester I-2016 terÂungkap bahwa Pertamina meraih untung hingga 755 juta dolar AS dari pelaksanaan
Public Service Obligation (PSO) dan penugasan penjualan elpiji 3 kg, solar, dan premium. ***
