Indonesia dan Iran berpotensi mengembangkan kerjasama di bidang industri pesawat terbang sipil.
Setelah implementasi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada tanggal 16 Januari 2016 yang diikuti oleh pengangkatan sanksi ekonomi internasional terhadap Iran, negara tersebut mempunyai kebutuhan besar untuk memperbaharui armada penerbangan sipilnya.
Peluang tersebut dimanfaatkan perusahaan pesawat terbang Indonesia, PT. Dirgantara Indonesia (PTDI). BUMN ini mencoba menjajaki kerjasama dengan perusahaan penerbangan Iran, Iran Aircraft Manufacturing Industrial Company (HESA).
Demikian salah satu poin pembahasan dalam kunjungan Delegasi Pemerintah Iran ke PTDI di Bandung, yang berlangsung Rabu lalu (28/9), seperti disampaikan dalam keterangan pers Kementerian Luar Negeri RI.
Seperti diberitakan berbagai media internasional, pemerintah Iran belakangan ini melakukan pembelian pesawat terbang secara besar-besaran. Iran dikabarkan telah melakukan kontrak pembelian 100 unit pesawat terbang dari perusahaan Boeing senilai USD 17 miliar pada bulan September 2016, dan 118 unit pesawat terbang dari perusahaan Airbus senilai USD 25 miliar pada bulan Januari 2016. Selain itu, Iran juga sedang menjajaki pembelian pesawat terbang dari perusahaan Embraer Brasil.
Menurut Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Andi Alisjahbana, pesawat baling-baling produksi PTDI sangat sesuai untuk digunakan dalam penerbangan domestik jarak dekat di Iran, sebagaimana digunakan dalam rute antar pulau di Indonesia. Sejauh ini, PTDI telah mengekspor produknya ke berbagai negara, di antaranya Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Filipina, Korea Selatan, Pakistan, Turki, Uni Emirat Arab, Burkina Faso, Senegal, dan Venezuela.
Delegasi Iran antara lain terdiri dari Duta Besar Iran untuk Indonesia,Valiollah Mohammadi dan Wakil Presiden Institute for Political and International Studies (IPIS) yang merupakan Think Tank Kementerian Luar Negeri Iran, Dr. Sayed Rasoul Mousavi. Kunjungan tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan the 5th Policy Research Consultation (PRC) Indonesia-Iran antara Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dengan IPIS yang dilaksanakan di Museum Asia Afrika, Bandung, pada hari yang sama.
PRC merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan oleh BPPK dan IPIS untuk untuk bertukar pikiran dan informasi mengenai posisi dan arah kebijakan politik luar negeri masing-masing negara terkait isu-isu strategis bilateral, regional maupun internasional. Acara PRC dilanjutkan dengan kunjungan delegasi IPIS ke PTDI yang merupakan kegiatan nyata dalam pelaksanaan Diplomasi Ekonomi.
Menurut para pengusaha Indonesia yang berbisnis dengan Iran, sanksi ekonomi terkait program nuklir Iran menjadi salah satu penyebab turunnya nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dan Iran. Terjadi penurunan drastis nilai perdagangan dari USD1,8 miliar pada tahun 2011 menjadi kurang dari US$ 300 juta di tahun 2015.
Sementara itu, masalah perbankan diakui menjadi kendala utama kerja sama perdagangan RI-Iran. Kalangan perbankan Indonesia masih ragu-ragu untuk bekerja sama dengan perbankan Iran, terutama karena Amerika Serikat masih mempertahankan sebagian sanksi, sehingga diperlukan kehati-hatian dari pihak perbankan.
[ald]