Berita

Foto/Net

Bisnis

Ranking Daya Saing RI Merosot 4 Level

Gara-gara Korupsi & Perizinan Berbelit
JUMAT, 30 SEPTEMBER 2016 | 09:26 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

World Economic Forum (WEF) memangkas peringkat daya saing Indonesia empat level dari posisi 37 pada tahun lalu menjadi ke 41 pada tahun ini. Penyebab utamanya adalah korupsi dan birokrasi perizinan yang berbelit.

Dalam Laporan Indeks Daya Saing WEF 2016-2017, posisi Indonesia di bawah negara tet­angga, seperti Thailand yang berada di posisi 34, Malaysia di posisi 25, dan Singapura di posisi 2. Indonesia masih unggul dibandingkan dengan Filipina yang berada pada posisi 57, Viet­nam posisi 60, dan Laos posisi 93. Sementara, posisi teratas masih dipegang Swiss.

Ada 12 indikator yang menja­di penilaian WEF, yakni kualitas institusi, infrastruktur, kondisi makroekonomi, pelayanan kes­ehatan dan pendidikan dasar, pelatihan dan pendidikan tinggi, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pengemban­gan pasar keuangan, penerapan teknologi, ukuran pasar, dan kecanggihan bisnis.


Menurut WEF, upaya refor­masi telah dilakukan Indonesia untuk memperbaiki iklim beru­saha cukup menaikkan peringkat daya saing Indonesia di dunia. Setidaknya, ada 3 permasalahan mendasar di Indonesia yang pal­ing mendapatkan sorotan dari WEF. Yaitu, korupsi, inefisiensi birokrasi pemerintah, dan keter­batasan infrastruktur.

Ketua Umum Asosiasi Pen­gusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengaku, tidak kaget dengan penurunan ranking daya saing Indonesia. Sebab, perizinan di Indonesia masih berbelit. Bahkan, 13 paket kebijakan ekonomi juga tidak bisa memangkas berbelitnya perizinan.

Menurut dia, tujuan Presiden Jokowi mengeluarkan paket kebijakan ekonomi adalah un­tuk mempermudah bisnis dan meningkatkan daya saing. Na­mun, sayangnya di lapangan keinginan presiden tersebut sulit teralisasi.

"Paling banyak terjadi di daerah. Banyak raja kecil di sana yang tetap masih mau mengatur. Padahal, pemerintah sudah mengeluarkan paket kebi­jakan ekonomi," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Selain itu, lanjut Hariyadi, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah justru menurunkan daya saing. Misalnya, pemberlakukan cukai plastik, kenaikan cukai rokok, dan Undang-undang Corporate Social Responsibility (CSR).

Untuk infrastruktur, menurut dia, sedang dalam pembangu­nan. Namun, dengan berbelitnya izin, banyak investor yang ber­pikir kembali untuk membangun infrastruktur. "Pembebasan lah­annya juga sulit," ujarnya.

Akibat keterbatasan in­frastruktur, biaya logistik yang dikeluarkan oleh pengusaha membengkak. Belum lagi masih ada pungli (pungutan liar) dan waktu bongkar muat (dwelling time) juga belum maksimal. "Kami apresiasi perbaikan yang sedang dilakukan oleh pemerin­tah," tuturnya.

Terkait dengan korupsi, Heri­yadi juga menyayangkan, ke­biasaan buruk itu masih marak terjadi. Karena itu, dia meminta, lembaga penegak hukum harus menindak tegas para koruptor. "Sangat disayangkan jika ko­rupsi menjadi salah satu faktor tertinggi yang menurunkan rank­ing daya saing kita," jelasnya.

Wakil Ketua Umum Him­punan Pengusaha Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur bilang, tingginya daya saing suatu negara bisa dilihat dari jumlah ekspornya. Jika nilai ekspornya masih kecil, berarti daya saing negara terse­but masih kecil.

"Daya saing adalah simbol persaingan global," ujar Sobur kepada Rakyat Merdeka.

Menurut dia, ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerin­tah jika ingin menaikkan daya saingnya. Misalnya, menurunk­an bunga bank. Saat ini, bunga bank Indonesia masih berada di angka 11,5 persen. Sedangkan Singapura hanya 6 persen.

"Dengan memangkas seten­gahnya saja bisa membuat daya saing naik. Sekarang industri sulit bersaiang salah satunya karena bunga bank kita tinggi," jelasnya.

Selain itu, kata dia, mem­perbaiki regulasi upah buruh. Menurut dia, di daerah upahnya masih ditentukan sesuka hati gubernur atau walikotanya. Padahal, pemerintah sudah men­erapkan aturan soal buruh. "Jika upah stabil dan tidak ada demo-demo, maka investor yang besar-besar akan banyak yang masuk ke Indonesia. Daya saing bisa terkerek," ungkap Sobur.

Dia juga minta, masalah in­frastruktur dan biaya energi bisa dibenahi dan diturunkan. Indus­tri membutuhkan energi murah untuk bersaing karena negara tetangga tarifnya juga murah.

Terakhir, pemerintah diminta tidak mengeluarkan regulasi yang menghambat dan menekan jumlah penyelundupan. "Jika semua itu tidak dibenahi, daya saing kita tahun depan bisa turun lagi," warning Sobur. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya