Sebagai perusahaan milik pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harusnya saling bersinergi satu sama lain. Namun kenyataannya, banyak perusahaan BUMN cakar-cakaran dan tidak akur dalam menjalankan bisnis. Khususnya di sektor yang mirip atau sejenis.
Hal tersebut diakui Menteri BUMN Rini Soemarno. MenuÂrutnya, antara perusahaan pelat merah selama ini kerap terjadi perselisihan dan keributan yang akhirnya malah menguntungkan pihak lain.
"BUMN sering cakar-cakaran, ini dimanfaatkan pihak lain yang senang kita tidak akur. Harusnya kita bisa bersinergi mengemÂbangkan bisnis. Jangan sampai pasar kita direbut pihak swasta," kata Rini di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut Rini menyindir sektor energi, di mana ada empat BUMN yang suka "bertengkar". Mereka adalah Pertamina Gas (Pertagas) dengan Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PeruÂsahaan Listrik Negara (PLN) dengan Pertamina.
"Pertagas berantem dengan PGN, PLN berantem dengan Pertamina. Urusan geothermal nanti orang ketiga (swasta) yang untung. Mereka tertawa, kita ngÂgak dapat apa-apa," ketus Rini.
Menurut Rini, perusahaan pelat merah hanya kelihatannya saja besar, namun sebenarnya kosong. Artinya, banyak perusaÂhaan BUMN yang memiliki poÂros bisnis sama sehingga memÂbuat biaya pengeluaran membÂesar, sementara keuntungan yang dihasilkan tidak maksimal.
"Kosong dalam arti
cost besar karena keluar hal yang sama di sana-sini. Hasilnya kita cari pasar yang sama, nggak berubah jumlahnya, kita malah berkomÂpetisi sendiri," sesal Rini
Untuk itu, Kementerian BUMN mencari solusi supaya BUMN di bidang usaha yang sama bisa bersinergi dan saling mengisi kekurangan satu sama lain agar memberikan nilai tamÂbah bagi kinerja perusahaan.
"Kita cari jalan BUMN jadi satu grup, saling mengisi berikan nilai setingginya kepada negara. Sehingga otomatis itu juga akan berikan keuntungan," katanya.
Rini bilang, pemerintah punya peran penting dalam menyatukan perusahaan milik negara yang tak akur. Tujuannya, supaya kinerja yang dihasilkan bisa dirasakan secara keberlanjutan hingga puluhan tahun ke depan.
"Kita punya tanggung jawab supaya BUMN lebih kuat, besar, profesional, dan bertahan sampai anak cucu kita. Bagaimana peruÂsahaan negara bisa dinikmati mereka," tegasnya.
Tidak AkurKetua BUMN Watch Naldy Nazar Haroen justru memperÂtanyakan peran Kementerian BUMN sebagai regulator yang seharusnya bisa mengawasi dan membina perusahaan-perusahaan pelat merah. Ia menganalogikan Kementerian BUMN dengan pribahasa, Tidak Bisa Menari, Lantai Disalahkan.
"Lucu kalau Bu Rini malah minta BUMN agar akur. Terus peran Kementerian selama ini apa? Seharusnya dia yang bikin BUMN akur dan bisnisnya besar melalui pengawasan dan pembiÂnaan, kok malah menyalahkan BUMN," kata Naldy kepada
Rakyat Merdeka.Kondisi ini, lanjut Naldy, bisa membahayakan saat holding BUMN berjalan nanti. Pasalnya, holding yang saat ini terbentuk saja, masih ada kesan tidak akur antar perusahaan.
"Holding sekarang masih ada yang tidak akur. Contoh, di PT Pupuk Indonesia, bisnisnya masih sendiri-sendiri, ada PuÂpuk Kaltim, Pupuk Sriwijaya yang dipimpin direksi masing-masing. Harusnya kalau sudah holding, ya jadi satu saja, direkÂsinya pun dikecilkan, tunggal saja," katanya.
Dia khawatir, saat holding sektor lainnya terbentuk tahun ini, kondisi ini tidak berubah dan akhirnya malah bisnis-bisnis BUMN yang tergabung di holdÂing jadi bertantakan.
"Kalau mindset Kementerian BUMN tidak berubah dan tidak melakukan terobosan-terobosan untuk mensinergikan BUMN dengan baik, perselisihan antara BUMN pasti sulit dihilangkan," tegasnya. ***