Berita

Foto/Net

Bisnis

Pengusaha Senang Petani Meradang...

Mendag Bakal Izinkan Gula Rafinasi Dijual Di Pasar
KAMIS, 29 SEPTEMBER 2016 | 08:17 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita berencana membolehkan gula rafinasi khusus untuk industri, dijual ke pasar konsumsi dengan harga yang diatur. Tujuannya, untuk menekan kebocoran. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Pengusaha gula senang, sedangkan petani tebu meradang.
 
Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi (AGRI) Benny Wachyu­di mengatakan, siap menjalankan perintah Mendag untuk menjual gula rafinasi ke pasar konsumsi jika diperintahkan. Saat ini, AGRI masih fokus menjual gula rafinasi ke industri.

"Tugas kita kan memasok gula ke industri makanan dan minu­man. Jika ada penugasan lain, kami selaku pelaku usaha akan mengikuti perintah pemerintah," ujarnya kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.


Terkait dengan patokan harga jual Rp 12.500 per kilogram (kg), Benny mengatakan, jika nilai tukar dolar AS dan harga gula seperti sekarang tidak masalah. Namun, dia meminta pemerintah juga memberikan subsidi trans­portasi untuk daerah Indonesia Timur. "Harga Rp 12,500 masih masuk," katanya.

Ditanya apakah sudah ada komunikasi dengan Kemente­rian Perdagangan (Kemendag), bekas Dirjen Industri Agro Ke­menterian Perindustrian itu men­gatakan belum ada. "Mendag bisa mengeluarkan kebijakan penugasan tersebut. Itu bisa diskresi Mendag," katanya.

Menurut dia, kebijakan Mendag ini juga akan membantu pelaku In­dustri Kecil dan Makanan (IKM) yang selama ini kesulitan menda­patkan pasokan gula rafinasi. Se­bab, distributor selama ini dalam aturannya tidak bisa menjual gula rafinasi eceran.

Dia menambahkan, pasokan gula rafinasi saat ini terbatas karena diatur kuota. Akibatnya, banyak industri yang kekurangan. Dan, yang paling kekurangan ada­lah IKM. "Harusnya impor gula disesuaikan dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman setiap tahunnya," katanya

Benny juga menyayangkan, banyaknya kampanye hitam yang menyudutkan industri gula rafinasi. Padahal, asosiasinya hanya berusaha memenuhi ke­butuhan gula industri. "Dengan adanya penugasan ini, tentu harus ada tambahan impor selain yang wajib untuk pasokan indus­tri saat ini," tukasnya.

Cuma Akal-akalan


Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil menolak usulan itu. Kebijakan tersebut dinilai hanya akal-akalan pe­merintah agar impor semakin menggelembung.

Menurut dia, Kemendag setiap tahun terlalu banyak memberi­kan izin impor gula. Kelebihan ini akhirnya bocor ke pasar. Kebocoran ini ditakutkan bisa membuat gula tebu hasil perta­nian dalam negeri bisa tergeser.

Dia menjelaskan, dari data Kementerian Perindustrian diperoleh data bahwa jumlah kebutuhan gula rafinasi untuk in­dustri mencapai 2,9 juta ton pada 2016, sedangkan gula konsumsi mencapai 2,8 juta ton. Artinya, kebutuhan nasional pada 2016 diperkirakan 5,7 juta ton gula.

"Data ini terlalu berlebihan dan tidak relevan. Dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 255 juta jiwa, maka kebutuhan gula rafinasi untuk industri seki­tar 2,295 juta ton," geramnya.

Arum menjelaskan, selama ini perusahaan gula yang berbahan baku tebu dan petani sebanyak 13 perusahaan, sudah mampu mem­produksi gula kristal putih dengan rata-rata per tahun mencapai 2,5 juta ton. Angka ini sebenarnya sudah hampir mencukupi kebu­tuhan gula rumah tangga.

"Adanya kebocoran gula ra­finasi ditakutkan bisa membuat harga gula yang dihasilkan oleh petani anjlok," tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Perda­gangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan, untuk mene­kan harga gula, pemerintah akan memperbolehkan perusahaan gula rafinasi untuk menjual un­tuk pasar konsumsi. Syaratnya, harga gula Rp 12.500 per kg.

Tidak dapat dipungkiri, se­lama ini masih banyak gula ra­finasi yang bocor dan ditemukan di pasar konsumsi. "Sekarang kita bilang buka saja yang ada. Tapi kita harus ada roadmap ke depan," kata Enggar.

Dia meminta, semua pihak terbuka dan menyatakan berapa sebenarnya kebutuhan gula ra­finasi. "Sudahlah jangan bocor-bocor kita nyatakan aja berapa sih karena sekarang ada selisih antara produksi gula tebu dengan konsumsinya. Selisihnya dari mana kalau bukan dari impor," ketus Enggar. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya