Langkah pemerintah melalui Kementerian ESDM yang mendorong percepatan revisi UU 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) sepatutnya didukung. Ditargetkan revisi UU ini rampung pada Desember 2016.
Dengan begitu ke depan ada relaksasi atau kejelasan nasib ekspor konsentrat mineral mentah (ore) yang akan berakhir pada Januari 2017, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bisnis pertambangan.
Demikian pendapat politisi Gerindra Andre Rosiade kepada wartawan, Senin (26/9).
I pun mendukung revisi Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010 mengenai aturan cost recovery dan pajak di hulu migas. Menurut dia, dengan meningkatkan bagi hasil kontraktor migas dari 15 persen menjadi 40 persen, maka perusahaan migas yang menjadi kontraktor dapat meningkatkan investasi untuk pencarian cadangan migas baru di Indonesia.
"Ekonomi kita lagi lesu, karena itu butuh terobosan untuk membantu pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi ekonomi melemah seperti sekarang ini, ekspor mineral akan sangat membantu memulihkan ekonomi terutama sektor pertambangan," terang Andre.
Ia menekankan demikian sekaligus menepis pernyataan Ketua Asosiasi Smelter dan Pengolahan Mineral Indonesia, Raden Sukhyar, Minggu (25/9) kemarin. Sukhyar menilai revisi UU Minerba memicu protes dari pengusaha yang selama ini sudah membangun pengolahan mineral (smelter).
Menurut Andre, Sukhyar bukanlah pengusaha smelter melainkan mantan dirjen Minerba. Pengusaha tambang selama ini tidak bisa ekspor dan terpaksa menjual kepada pemilik smelter dengan harga yang murah. Penting pula disampaikan bahwa mayoritas pemilik smelter bukanlah pemilik tambang.
Mayoritas pengusaha smelter yang disebutkan Sukhyar, jelas Andree, juga belum beroperasi secara keseluruhan. Belum lagi berbicara mengenai pengusaha smelter yang mayoritas dikuasai investor asing, dalam hal ini pengusaha China daratan dan bukan pengusaha nasional.
"Banyak daerah yang bergantung ekonomi dari sektor pertambangan. Selain membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan devisi negara, dari sektor ini memberikan pemasukan pajak yang nilainya mencapai Rp 40 triliun per tahun. Multyplier efek ekonominya sangat besar," terang Andre.
"Jalan tengahnya, ekspor mineral harus dibuka untuk keadilan. Masak Freeport dan Newmont boleh ekspor tapi Antam yang notabene perusahaan BUMN milik negara enggak bisa ekspor? Harus ada keadilan buat BUMN seperti Antam dan Perusahaan Swasta Nasional lainnya," sambung dia.
Ditambahkan, jalan tengah yang bisa diambil dari revisi UU Minerba ke depan adalah membuka relaksasi ekspor konsentrat mineral mentah (ore), namun ada domestik market obligation untuk mensupplier kebutuhan dalam negeri. Misalnya 20 persen produksi untuk dalam negeri sisanya boleh di ekspor.
[wid]