Total utang pemerintah hingga akhir Agustus 2016 sudah mencapai Rp 3.438,29 triliun. Jumlah ini naik Rp 78,47 triliun dibandingkan akhir Juli yang mencapai Rp 3.359,82 triliun. Pemerintah diminta berhati-hari karena jumlah utangnya sudah lampu kuning.
Sebagian besar utang peÂmerintah adalah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Sampai akhir Agustus 2016 nilainya mencapai Rp 2.684,28 triliun. Sementara itu, pinjaman baik bilateral maupun multilateral tercatat Rp 754,01 triliun.
Direktur Strategis dan PortÂfolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Schneider Siahaan mengatakan, kenaikan utang pemerintah di Agustus karena ada penarikan utang baru Rp 54,26 triliun. Selain itu, ada efek dari pelemahan rupiah yang terjadi dalam sebulan terakhir.
"Ini membuat utang dengan jenis valuta asing meningkat," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, nilai tukar rupiah pada akhir Juli adalah Rp 13.094 per dolar AS. SeÂmentara pada akhir Agustus menjadi Rp 13.300 per dolar AS. Akibat pelemahan rupiah itu, nilai utang melonjak Rp 24,21 triliun.
Schneider mengatakan, jumlah utang perintah masih aman meskipun sudah menÂcapai Rp 3.438,29 triliun. Pasalnya, rasio utang terhÂadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang baru mencapai 27 persen.
Menurut dia, banyak negara lain di dunia ini memiliki rasio utang yang lebih besar. Dia mencontohkan Jepang. Negeri Matahari Terbit itu jumlah rasio utangnya mencapai 200 persen terhadap PDB-nya.
"Utang masih jauh dari batas yang ditentukan oleh undang-undang dan juga dari tingkat utang beberapa negara lain," ujarnya.
Kendati begitu, pihaknya tetap akan menjaga utang pada level yang terkendali. Sehingga bisa terhindar dari risiko-risiko yang bisa muncul nanti.
Dia menambahkan, saat ini pemerintah terus berupaya menurunkan risiko dan biaya utang antara lain melalui strategi memperpendek durasi utang, mendiversifikasi instruÂmen utang, dan melaksanakan pendalaman pasar SBN secara berkelanjutan.
Direktur
Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerinÂtah harus berhati-hati dengan utangnya. Dia menilai, jumlah utang yang sekarang sudah lampu kuning.
"Sekarang kan alasannya masih aman karena masih di batas aman rasio utang terhadap PDB. Siapa yang nyangka Yunani bisa jadi negara gagal? Kita harus hati-hati," warning Enny.
Menurut dia, jika dibandingÂkan dengan rasio utang Jepang dan Amerika Serikat. memang jelas sangat beda. Mereka utangnya digunakan untuk kegiatan produktif. Sedangkan kita untuk menutup defisit.
"Mereka rasionya 100 persen dari PDB juga nggak masalah," ujarnya. Karena itu, kata Enny, ke depannya sebaiknya utang hanya dibolehkan untuk memÂbiayai kegiatan produktif.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus MartowarÂdojo mengingatkan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang luar negeri. Misalnya dengan melakukan lindung nilai (
hedging). Hal ini dimaksudkan agar utang luar negeri bisa menjalankan fungsinya untuk membiayai kegiatan produktif dan tidak mengganggu kestabilan nilai tukar rupiah.
"Yang selama ini kita jaga adalah penggunaan utang luar negeri untuk yang produktif dan didukung oleh hedging sehingga tidak menimbulÂkan risiko nilai tukar," tandas Agus. ***