Anggota Komisi VI, Rieke Diah Pitaloka mengaku mendukung penarikan pajak yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk Google. Dimana Google sejauh ini masih menolak diperiksa dan membayar pajak kepada pemerintah Indonesia.
"Saya mendukung tapi jangan hanya ada geogle. Tapi sumber pendapatan negara itu meminta agar sumber tax amnesty itu jangan kemudian targetnya yang opini yang berkembang adalah menengah ke bawah yang dikejar," ujarnya dalam keterangan, Rabu (21/9).
Menurut Rieke, pemerintah harus mengejar mereka yang "menyembunyikan" asetnya di luar negeri untuk menghindari pajak di dalam negeri. Sebab, hal itu sangat penting untuk menambah pemasukan uang negara.
"Jangan kemudian solusinya saya mendukung agar menteri keuangan tidak terburuh buru menyelesaikan persoalan defisit anggaran ini dengan utang baru untuk membayar bunga hutang. melakukan utang baru kepada lembaga keuangan asing untuk membayar utang yang Rp. 156 triliun pertahun kurang lebih bunganya artinya 13,8 persen dari realisasi anggaran 2015," katanya.
Kemudian, pemerintah juga jangan hanya terfokus pada
tax amnesty untuk menambah pemasukan keuangan negara, karena ada sumber-sumber lain yang harus dikejar.
"Saya katakan bagaimana yang hars dilakukan adalah mengejar piutang pajak dan royalty perusahan asing. termasuk salah satu contohnya tadi google. saya mendukung langkah itu tapi jangan hanya pada goegle," jelasnya.
Lalu, lanjut Rieke, pemerintah harus membongkar strategic transfer prizing yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan asing di Indonesia. Sehingga ketika mereka merubah modal seolah-seolah menjadi belanja yang seharusnya menjadi pajak yang diperhitungkan untuk disetorkan kepada negara Indonesia. Pemerintah bisa mencegahnya.
"Kemudian bongkar persoalan doble tax perusahan-perusahaan yang bekerjasama dengn indonesia tapi dia juga harus bayar di negara lain spt pada kasus Pelindo II yang dilakukan oleh beberapa perusahan asing. lalu kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan untuk negara segera diperiksa piutang dari 20 bank dalam likuidasi senilai 10,4 triliun dan piutang bruto SPPN sekurang-kurangnya 76 Triliun," jelasnya.
"Mungkin angka ini salah tapi piutang ini saya yakin ada. kemudian masalah pajak pemerisaan BPK atas sangsi administrasi berupa bunga dan denda yang belum menagih sangsi administrasi keterlambatan penyampaian surat keterlambatan pajak yang sebear 327, 61 miliar. Kemudian belum menagih sangsi administrasi berupa bunga atas penagihan PPH PPN dan PPd yang melewati jatuh tempo senilai 8,12 triliun. penagihan atas sangsi administrasi baru bisa dilakukan."
[sam]