Berita

Foto: Repro

CATATAN TENGAH

Terima Kasih Indosiar, Bravo Bung Gomes

JUMAT, 16 SEPTEMBER 2016 | 06:59 WIB | OLEH: DEREK MANANGKA

SELAMA kurang lebih dua bulan penuh stasiun televisi Indosiar menjadi media broadcasting pilihan terfavoritku. Itu terjadi karena acaranya bertajuk "Golden Memories" berhasil mendeliver sebuah acara yang benar-benar menghibur. Atau setidaknya mengkompensasi waktu berharga yang kita buang untuk menonton TV.

Hiburannya mampu memenuhi kebutuhan pemirsa yang berusia dewasa dan telah mengarungi berbagai gelombang kehidupan.

Saking menariknya "Golden Memories" 4 sampai 5 jam di depan layar televisi, tidak terasa. Sesuatu yang jarang terjadi, ada program TV yang mampu mengikat pemirsa sepanjang jam seperti di atas. Rundown-nya mengalir lancar secara natural. Kelihatannya tidak diikat oleh skenario kaku.

Selain itu, "Golden Memories" menjadi salah satu acara yang mampu memikat perhatian pemirsa lintas benua (Australia) dan lintas negara (Malaysia).

Episode kemarin, Senin 12 September 2016 yang bisa dibilang, klimaks dari "Golden Memories", berlangsung hingga tujuh jam. Dimulai pukul 17.00 WIB dan baru berakhir jam 2.400 lewat 10 menit. Jadilah kemarin Senin sore itu sebagai hari yang paling pas untuk menikmati hari libur di dalam rumah.

"Golden Memories" seperti sebuah terapi instan. Kalau itu sebuah makanan, rasa lapar kita akhirnya hilang, berkat makanan instan "Golden Memories".

Kalau itu sebuah obat, bak sebuah obat mujarab yang secara instan berhasil menyembuhkan penyakit nyut-nyut di kepala.

Kalau tengah kehilangan sesuatu, "Golden Memories" memberi inspirasi dan menghilangkan rasa letih .

Selain itu acara tersebut juga menggugah kita untuk berkontempelasi secara cepat.

Ketika ceritera tentang masa lalu seorang ditayangkan, kisah itu mengundang rasa empati dan terkadang deraian air mata. Ketika kita ikut berlinang, kita seperti dipertemukan dengan sesama yang bernasib sama. Ternyata, semua orang berpengalaman sama, pernah mengalami kesedihan dan kepahitan. Itulah hasil ril sebuah kontempelasi.

Ketika "Golden Memries" menayangkan kisah kehilangan orang yang dicintai, kitapun ikut menyatu. Karena kisah itu seperti penggalan ceritera kehidupan yang sudah kita alami.

Jadilah panggung "Golden Memories" tak sekadar sebuah tempat pelantunan lagu kenangan tapi juga tembang kehidupan.

Salah satu episode yang cukup mengguncang emosi, sewaktu kisah Benny Panjaitan vokalis Grup Band Panjaitan Bersaudara diceritakan kembali oleh Doan, adiknya.Yaitu bagaimana sejarah lagu "Ayah" salah satu hit Panbers 30 - 40 tahun lalu, tercipta atau diciptakan.

Sang ayah, Panjaitan Senior, belum lama meninggal dunia. Itu sebabnya perasaan rindu dan kehilangan atas ayah, masih sangat kental di keluarga Panjaitan. Tiba-tiba Benny yang saat itu tengah berada di dalam kamar, melihat ayahnya sedang ingin mendekat dan ingin berbicara. Benny pun girang dan berusaha menyambut hangat sang ayah ke pelukannya.

Benny berteriak : "Ayah" ! Tapi kerasnya teriakan itu hanya ditelan angin dan wajah ayahnya pun menghilang.

Benny begitu sedih karena yang tampil sebagai "Ayah" itu ternyata hanya sebuah khayalan bayangan. Karena tak menemukan sang "Ayah", Benny kecewa. Kekecewaan itulah yang kemudian dia wujudkan berbentuk syair lagu "Ayah".

Ketika menggubah lagu itu, air mata Benny tak henti-hentinya berderai. Benny menulis berdasarkan emosi dan perasaan edih yang dalam yang disentuh oleh penampakan ayah almarhum.

Audiens yang hadir di studio terdiam, mendengarkan kisah terciptanya lagu "Ayah". Sesekali kamera menyapu wajah para ibu termasuk bapak-bapak yang sudah beruban. Rata-rata mereka sedang menyeka air mata, pertanda kisah Benny, kisah ayahnya, juga seperti kisah mereka sendiri.

Kesedihan semakin menyayat, ketika Doan menjelaskan, abangnya, Benny si penulis lagu, yang hadir di situ sudah tak bisa berbuat apa-apa. Akibat stroke yang menyerang Benny berkali-kali, Benny hanya bisa mendengar tapi tak bisa berreaksi.

Saat itu Benny yang hadir di studio Indosiar hanya duduk pasif di kursi roda. Mati rasa.

Semua seperti tidak percaya melihat kondisi penyanyi idola generasi di tahun 70 dan 80-an itu. Benny yang dulunya seorang lelaki ganteng penuh kreasi, malam itu tak ubahnya dengan seorang kakek rentah. Kakek yang tak dikenal di masa mudanya.

Benny maaf, akibat penyakit yang menderanya, seniman ini sudah seperti sosok yang sudah sampai pada situasi, hidup segan mati tak mau.

Benny kelihatannya paham apa yang dijelaskan adiknya kepada audiens. Dari raut mukanya, Benny nampak seperti ingin ikut nimbrung atau melengkapi kisahnya. Tapi tiba-tiba mimiknya seperti ingin menangis. Ia juga seperti ingin bangkit dari kursi roda. Mau protes akan nasibnya seperti itu. Tapi Benny tak kuasa.

Bayangkan Benny Panjaitan di masa jayanya, kalau sudah di panggung mampu menghibur penggemarnya, bisa membuat semua orang histeris, kini menjadi lelaki pasif yang hanya bisa membisu.

Program Indosiar ini juga secara tidak sengaja mengungkap siapa saja penyanyi terkenal yang sudah hilang dari blantika, dan sedang bergumul dengan maut. Seperti kisah Edi Silitonga.

Adalah Dorce Gamalama, penyanyi transgender yang hadir sebagai bintang tamu, mengungkapkan kesulitan keuangan yang mendera keluarga penyanyi Edi Siltionga. Vokalis bersuara melengking ini, menurut Dorce hanya bisa dirawat di rumah oleh keluarganya, karena mereka tak ada biaya untuk ke rumah sakit.

"Indosiar" yang punya jaringan media ini, tidak mengetahui kabar kesulitan yang didera oleh sang Diva tahun 70-an tersebut.

Mendengar kisah tersebut Bung Gomes pemilik acara "Golden Memories" langsung meminta Dorce agar Edi Silitonga dibawah ke rumah sakit. Seluruh biaya akan ditanggung "Indosiar".

Tapi masa hidup Edi Silitonga tak bertahan lama. Ia berpulang, saat kisahnya masih jadi buah bibir di "Golden Memories". Masih cukup baik, berkat berita Dorce keluarga almarhum sedikit tertolong. "Golden Memories" dan Bung Gomes masih sempat mengulurkan bantuan.

Hanya sewaktu menjadi Pemimpin Redaksi RCTI saya banyak habiskan waktu di depan layar TV. Di luar itu saya hanya menonton siaran kejuaraan golf profesional level dunia, yang rata-rata berdurasi empat jam. Tapi itu pun hanya sekali dalam setahun. Dan waktunya hanya 4 hari. Dimulai pada hari Kamis dan berakhir pada Minggu.

Tetapi tidak demikian "Golden Memories", yang mengikat diri saya setiap hari selama dua bulan serta berlangsung berjam-jam.

"Golden Memories" membuat saya sehabis menonton seperti baru saja mendapatkan terapi.

Kekhasan "Golden Memories", berbentuk kompetisi para penyanyi amatir, yang ditantang menyanyikan lagu-lagu tua yang terkadang punya jebakan dan tingkat kesulitan yang tinggi. Peserta tidak boleh salah menghafal.

Kebanyakan lagu yang dilantunkan, populer di tahun 70-80. Sementara mereka yang berkompetisi, ketika lagu-lagu itu populer ada yang masih kanak-kanak.

Sebagai penyanyi amatir, kualitas para peserta kompetisi, tentu saja tidak sebaik ataupun sesempurna seperti penyanyi profesional.

Tapi berkat konsepnya yang tepat, ajang kompetisi penyanyi amatir itu justru menghasilkan penyanyi bertaraf profesional.

Hal itu memungkinkan, sebab setiap episode terjadi penyaringan yang ketat oleh para juri. Sementara sebelum tersisih, di balik panggung, semua peserta diberi bimbingan oleh penyanyi profesional. Harvey Malaiholo, seorang vokalis yang populer di tahun 70-an adalah orangnya.

Para juri terdiri atas Hetty Koes Endang, Iis Sugianto, Ikang Fauzi, Titik DJ dan Heidy Junus.

Berbeda dengan penjurian di berbagai kompetisi, sistem di "Golden Memories" sangat khas. Pakemnya adalah improvisasi dan spontanitas. Tidak heran melalui komentar para juri saja, penonton sudah bisa tertawa sampai sakit perut. Sebab bahasa para juri pun semau mereka. Terkadang, suasana kompetisi hilang, digantikan oleh bahasa-bahasa jenaka.

"Golden Memories" menjadi tontonan menarik karena antara lain menghadirkan sejumlah penyanyi tua yang masih okey dalam segala hal yang berhubungan dengan tarik suara.

Misalnya bintang tamu Bob Tutupoly, 76 tahun atau Titik Puspa yang usianya diyakini lebih dari Bob. Sekalipun sudah gaek, aksi panggung mereka masih tetap seperti penyanyi muda. Mereka adalah legenda hidup.

"Golden Memories" juga menampilkan penyanyi-penyanyi wanita. Yang ketika masih single, cantik dan seksi serta dikejar-kejari oleh lelaki untuk dijadikan isteri. Tapi kini di panggung itu mereka semua diumumkan sebagai perempuan-perempuan yang sudah atau sedang menjanda. Misalnya Nia Daniati atau Betharia Sonata.

Status janda di acara itu sendiri, tidak menjadi persoalan sensitif. Bahkan kerap dijadikan bahan guyonan. Sebab selain dua artis di atas, masih ada janda-janda lainnya seperti Titik Dj, Iis Sugianto yang duduk di bangku yuri atau Rina Nose yang berperan sebagai host.

"Golen Memories" juga menyajikan sejumlah kejutan. Misalnya ada peserta yang memilih lagu Atiek CB, penyanyi idolanya. Atiek sendiri yang sudah sekitar 20 tahun menetap di Amerika Serikat, lantas disebut-sebut.

Lalu terjadilah dialog antara si peserta dengan tiga host: Ramsi, Rina Nose dan Irvan Hakim.

Sewaktu momen yang membicarakan Atiek CB sudah "hangat", tiba-tiba dari balik panggung, Atiek CB muncul dengan cara seperti kebetulan. Atiek kemudian melantunkan lagu yang baru saja dibawakan peserta.

Kejutan, sebab seakan-akan, Atiek yang tengah berada di Amerika, tapi kemudian mendengar namanya disebut-sebut, bisa langsung bergegas terbang dari benua Amerika dan mendarat di kawasan Grogol, tempat Indosiar berkantor.

Maka terjadilah pertemuan mengharukan. Si pengidola memeluk Atiek CB sekuat-kuatnya.Sebuah kejadian yang bakal menjadi Golden Memory.

Terlalu banyak momen mengesankan yang bisa diceritakan. Tentu saja termasuk kenangan yang didapat Sally, penyanyi dari Ambon yang memenangkan kompetisi itu dengan hadiah uang tunai sebesar Rp. 100- juta. Acara inipun layak disebut sukses.

Kesuksesan mana kemudian membuat Bung Gomes memutuskan, untuk tetap melanjutkannya dengan tajuk dan format baru.

Terima kasih Indosiar, Bravo Bung Gomes.[***]


Penulis adalah jurnalis senior


Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Prabowo Sidak Dapur MBG di Bogor, Sampai Pakai Masker dan Penutup Kepala

Senin, 10 Februari 2025 | 13:40

Iran Lawan Pertama Indonesia di Piala Asia U-20 2025, Ini Jadwal Lengkapnya

Senin, 10 Februari 2025 | 13:33

Menteri Bahlil Siapkan Kepmen Wajibkan Eksportir Batubara Gunakan HBA

Senin, 10 Februari 2025 | 13:25

Investor Pasar Modal Tembus 15 Juta SID di Awal 2025

Senin, 10 Februari 2025 | 13:20

Tembok Kekuasaan Sudah Runtuh, Saatnya Jokowi Diadili

Senin, 10 Februari 2025 | 13:18

Geruduk Kantor Gubernur Sulteng, Massa Minta Operasional PT CPM Dihentikan

Senin, 10 Februari 2025 | 13:13

Pertamina dan Insan Pers Dukung Kemandirian Bangsa

Senin, 10 Februari 2025 | 13:08

Catat, Ini 3 Jenis Mobil Hybrid yang Dapat Insentif Pemerintah

Senin, 10 Februari 2025 | 13:07

Menguji Arah Ideologis Presiden Prabowo

Senin, 10 Februari 2025 | 13:03

Arne Slot Tak Menyesal Liverpool Tersingkir dari Piala FA

Senin, 10 Februari 2025 | 12:52

Selengkapnya