Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menangkap 10 pria imigran pencari suaka lantaran terlibat kegiatan prostitusi di wilayah Batam.
"Kasus ini terungkap berkat adanya informasi masyarakat tentang adanya anak muda WNA yang sering berolahraga bersama seorang wanita Indonesia," kata Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkum HAM Ronny F Sompie dalam keterangan persnya di Jakarta.
Berdasarkan informasi dari paspor-paspor yang disita, mereka adalah warga negara Afghanistan dan Pakistan berusia 15 hingga 35 tahun. Orang-orang asing itu telah memiliki nomor dari badan PBB yang mengurusi pengungsi atau UNHCR. Ini artinya mereka telah mendapat tempat untuk mendapatkan perlindungan politik dan tinggal menunggu negara tujuan menerima mereka.
"Mereka kurang lebih ada di Indonesia sudah satu hingga 1,5 tahun," ujarnya.
Selama masa menunggu itulah mereka diduga melakukan praktik prostitusi. Mereka juga tak lagi tinggal di Rumah Detensi Imigrasi dan di bawah tanggung jawab UNHCR serta Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
Karena sudah mendapat izin suaka, maka UNHCR menurut Ronny memberikan izin keluar untuk sekadar berinteraksi dengan warga di mana mereka tengah transit. Izin keluar ini kemudian yang disalahgunakan.
Ronny juga menyebutkan, para WNA itu tidak bekerja sendiri, melainkan ada koordinator di belakang mereka. Koordinator ini adalah warga negara Indonesia berinisial BS yang juga sudah ditangkap.
Kasus BS seluruhnya telah dilimpahkan pada Polres Barelang dengan sangkaan melanggar UU Perlindungan Anak lantaran menjual anak di bawah umur. Selain itu dia juga bisa dikenakan pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Ronny menambahkan, kesepuluh WNA yang sudah lebih dari satu tahun berada di Indonesia ini akan segera diproses secara hukum. Modus yang dilakukan juga akan didalami apakah melibatkan kota atau provinsi lainnya.
"Bukti-buktinya sudah sangat mendukung. Jika terbukti, akan kita terapkan tindakan administrasi keimigrasian. Deportasi dan penangkalan. Kalau perlu seumur hidup tidak boleh masuk Indonesia," tegasnya.
Sementara, Kepala Kantor Imigrasi Batam Agus Wijaya menjelaskan, selain laporan masyarakat, petugas juga mendapat informasi tentang 10 WNA itu melalui iklan di media sosial.
"Awalnya kita dapat informasi dari masyarakat, dari situ kita dalami melalui sosmed maupun secara fisik. Kita adakan pendekatan, kemudian di sosmed mengatakan mereka bisa melayani dan ada transaksi. Hal itu, transaksi itu yang didalami Polres Balerang. Di sana tergambar bagaimana terjadi prostitusi," kata Agus.
[wid]