RMOL. Aparat penegak hukum diingatkan agar terus bekerja membongkar dan mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di sejumlah lembaga Negara dan pemerintahan, terutama dalam proyek-proyek pengadaan, mulai dari proses tender hingga pengerajaannya.
Soalnya, hingga saat ini, proyek-proyek pengadaan di lembaga Negara dan pemerintahan masih jadi primadona untuk mengeruk uang besar oleh para pemain. Selain modus pengaturan atau rekayasa proyek dan pemenang tender masih tetap berjalan, dalam pengadaannya pun miliaran rupiah uang Negara ditilep.
Karena itu, aparat penegak hukum tidak boleh lengah. Sebab jika aparat penegak hukum pun lengah atau masuk angin maka tidak ada harapan lagi untuk keadilan dan pemberantasan korupsi akan bisa dilakukan di Tanah Air.
Ketua Jakarta Procurement Monitoring (JPM) Ivan Parapat mengatakan, sampai saat ini, tidak ada yang sungguh berubah menjadi lebih baik dalam hal proses pengadaan proyek-proyek di berbagai lembaga Negara dan di pemerintahan.
"Apanya yang transparan dan lebih baik? Sama saja kok. Tetap saja marak permainan, juga ajang rebutan untuk meraup uang dan korupsi. Lihat saja di berbagai lembaga Negara dan pengadaan-pengadaan proyek pemerintahan, semua itu ajang bancakan juga tuh,†ujar Ivan kepada redaksi, di Jakarta, Senin (5/9).
Tidak percaya? Lah, sekelas Badan Pusat Statistik (BPS) saja yang selama ini hampir tak pernah kedengaran bisa bermain proyek dan korupsi, menurut Ivan, justru di lembaga itu pun marak korupsi pengadaan dan permainan proyek.
Sebagai bukti konkrit, lanjut Ivan, BPS saja sudah dilaporkan ke Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi mulai dari dari proses rekayasa lelang hingga ke proses pengadaan yang dilakukan lembaga itu.
Proyek pengadaan barang berupa tas, rompi dan ATK (Alat Tulis Kantor) Tahun Anggaran 2015 di BPS RI itu pun baru terkuak lagi setelah Jakarta Procurement Monitoring (JPM) melaporkannya ke Kejaksaan Agung.
Ivan parapat mengungkapkan, JPM menemukan sejumlah kejanggalan dalam proyek tersebut. Diantaranya pemenang lelang dalam paket pengadaan tas dan Alat Tulis Kantor (ATK) senilai Rp 27 miliar lebih adalah perusahaan yang sebelumnya pemenang pada lelang pertama yang telah dinyatakan memalsukan dokumen lelangnya. Kok bisa pula pemenang sudah nyata memalsukan dokumen malah masih dijadikan pemenang?†ujar dia.
Padahal, dikatakan Ivan, Kabag Perlengkapan BPS Muryadi Jaka Pratama sendiri yang mengaku bahwa PT PKM yang memenangkan lelang kedua paket tas dan rompi sebelumnya itu telah memalsukan dokumen lelangnya.
"Sesuai pengakuan Pak Jaksa saat lelang pertama atau saat paketnya masih disatukan, ada perusahaan yang memalsukan dokumen kwitansi. Nyatanya, perusahaan itu tidak di-black list dan justru bisa ikut lelang pada lelang kedua saat paket dipecah, bahkan PT PKM itu menang. Ini ada apa?†tanya Ivan.
Awalnya panitia atau pokja proyek dengan nilai HPS Rp 81 miliiar lebih ini telah menetapkan pemenang lelang yakni PT CBJ dengan harga penawaran Rp 68 miliar lebih, meskipun ada penawaran terendah yakni PT PKM senilai RP 52 milliar lebih. PT PKM tidak menang karena pokja menemukan bukti adanya pemalsuan kwitansi kepemilikan mesin.
Pada lelang kedua atau pada saat proyek dipecah, ternyata paket-paket tas dan ATK dimenangkan oleh PT PKM senilai Rp 27 miliar lebih. Sedangkan pengadaan proyek rompi dan topi dimenangkan oleh CV EB senilai Rp 26 miliar lebih.
"Selain itu, ada banyak kejanggalan dan pelanggaran fatal yang dilakukan pihak BPS dalam proyek ini. Semua datanya sudah saya serahkan ke Pidsus Kejagung pada saat kami laporkan pada 18 Februari 2016 lalu,†ujar Ivan.
Ivan menyampaikan, dalam laporannya disertai data-data pendukung yang bisa dijadikan penyilidik Pidsus Kejagung untuk menuntaskan kasus yang berpotensi merugikan Negara hingga miliaran rupiah itu.
Adapun pihak yang ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek diantaranya Kepala BPS, Suriamin selaku Pengguna Anggaran (PA) serta Arie Sukarya selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Seperti yang sudah saya katakan, Kepala BPS Pak Suryamin dalam proyek ini selaku KPA bertanggung jawab atas dugaan adanya kongkalikong sehingga berpotensi merugikan Negara hingga puluhan miliar rupiah,†tandas Ivan.
Sementara Arie Sukarya, dalam surat klarifikasi yang diterima wartawan mengatakan, tidak ada masalah dalam pelaksanaan proyek tersebut. Bahkan, saat itu menurut Arie Sukarya, pihak BPS belum membayarkan sejumlah dana untuk pengadaan rompi dan topi. Karena, penyedia tidak bisa memenuhi sesuai batas waktu kontrak dan akan dikenakan denda maksimum,†ujarnya.
Menurut Arie, BPS sedang menunggu clearance dari auditor Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) untuk membayar tunggakan yang dananya akan dimasukkan dalam anggaran 2016. "Jadi, silahkan saja, BPS siap kok menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi,†tutur Arie.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Dr Arminsyah Munir menyampaikan, proses pengusutan dugaan korupsi di BPS itu sudah naik ke tahap penyidikan.
"Sudah ditahap penyidikan. Akan kita usut sampai tuntas,†ujar Arminsyah ketika dikonfirmasi terpisah.
Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) ini mengatakan, sebaiknya para pejabat BPS dan pihak-pihak yang terkait bersikap kooperatif agar proses pengusutan dan penuntasan dugaan korupsi itu berjalan lancar. "Ya kita akan telusuri terus. Tersangkanya belum kita umumkan. Tunggu saja dalam waktu dekat ini ya,†pungkasnya.
Hal yang sama ditegaskan Direktur Penyidikan (Dirdik) di Jampidsus Fadhil Jumhana. Menurut Fadhil, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung kasus itu sudah naik ke tahap penyidikan. Saat ini, para penyidik yang berada di bawah koordinasinya masih menelusuri beberapa informasi lainnya untuk melengkapi berkas.
"Jadi, ya sudah ditingkatkan ke penyidikan. Tunggu saja, kita masih berproses,†ujar Fadhil.
Ketua Jakarta Procurement Monitoring (JPM) Ivan Parapat mengatakan, bukan hanya pengadaan di BPS ini yang sedang booming, di Kementerian Sosial juga pengadaan yang berbau korupsi masih berlangsung.
Seperti pengadaan fasilitas dan program sosial berbasis online untuk verifikasi dan validasi data orang miskin di Indonesia. Pendataan dan juga penyebaran program Kartu Sakti kepada masyarakat tidak mampu oleh Kementerian Sosial, sarat dengan korupsi.
"Jadi, ya sama saja masih gitu-gitu aja kok proses pengadaan di Negara ini. Sarat dengan rekayasa dan tipu muslihat, sarat dengan korupsi. Kita mendukung Jaksa Agung untuk turun tangan dengan cepat mengusut tuntas dan membongkar semua dugaan korupsi itu,†pungkas Ivan.
[sam]