Berita

Sutiyoso/Net

Pertahanan

Ada Parpol yang Setting Isu Pencopotan Sutiyoso

KAMIS, 01 SEPTEMBER 2016 | 22:55 WIB | LAPORAN:

Pergantian Kepala Badan Intelejen Nasional (BIN) merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo. Tidak boleh ada intervensi dari pihak mana pun terkait itu, termasuk partai politik.

Begitu dikatakan pakar komunikasi politik, Tjipta Lesmana dalam diskusi publik bertajuk "Dibalik Isu Pergantian Kepala BIN", di bilangan Tebet Timur, Jakarta Selatan, Kamis (1/9).

Dia bilang, intervensi ke presiden malah akan mengganggu kepentingan bangsa.


"Kepala BIN diangkat dan diberhentikan presiden. Kepala BIN tidak boleh di drop oleh partai politik," jelas Tjipta.

Belakangan isu mengenai pergantian Sutiyoso sebagai kepala BIN, memang menguat belakangan. Tjipta menduga ada partai politik yang sengaja memainkan isu itu. Ada kepentingan tertentu dari orang yang melemparkan isu pergantian kepala BIN ini.  

"Kenapa yang lempar bola salah satu partai? Kenapa ini? Ada apa ini? Nah kita bingung, kenapa?" cetus Tjipta.

"Orang yang melempar isu ini tidak memberikan alasan? Kenapa? Kenapa musti diganti? Tidak ada yang bisa menjelaskan kenapa Sutiyoso harus dicopot."

Tjipta menyarankan, saat ini lebih baik membahas perbaikan terhadap institusi BIN. Misalnya, memberikan kewenangan lebih dalam menjalankan tugasnya.

"Sebaiknya kita memberi keleluasaan kepada presiden, kita percayakan presiden. Sekali lagi kita hormati presiden," kata Tjipta.

Direktur Lima, Ray Rangkuti juga mengucapkan hal senada. Kata dia, isu yang berhembus ini kental nuansa politiknya.

"Tidak terlihat keinginan (mengganti kepala BIN), presiden tidak punya masalah dengan pak Sutiyoso, tetapi ada semacam desakan," ungkap Ray.

Sejauh ini, kata Ray, tidak ada tolak ukur atas capaian seorang kepala BIN. Yang bisa menilai, lanjut Ray, adalah persiden itu sendiri.

"Alat ukur khususnya apa? Kita juga belum tahu penilaiannya. Si pengguna informasi ini, sejauh mana yang diberikan si pemberi informasi," terang dia.

"Jangan sampe BIN dipolitisasi, kecuali ada alasan objektif, tapi alasan objektif juga ngga ada alat ukurnya." [sam]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya