Berita

Enggartiasto Lukita/Net

Bisnis

Apa Berani Menteri Enggar Tindak Perusahaan Besar?

Aturan Larangan Menimbun Barang Kembali Digodok
KAMIS, 25 AGUSTUS 2016 | 09:22 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kementerian Perdagangan mengaku geram dengan masih banyaknya pedagang yang menimbun barang untuk memainkan harga. Aturan larangan menimbun barang pun kembali digodok. Waktu timbun di gudang akan dipersingkat. Pedagang yang melanggar bakal dijatuhi sanksi tegas. Perusahaan besar berani ditindak nggak?

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita akan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Per­mendag) untuk menjadi payung hukum melakukan razia ke gudang-gudang untuk mencegah terjadinya penimbunan barang, khususnya bahan pangan.

"Saya akan mengeluarkan aturan untuk memungkinkan kita melakukan batasan dan kita akan razia," ujarnya di Jakarta, kemarin.


Menurut dia, penimbunan menjadi salah satu pemicu ting­ginya harga komoditas di pasaran. Karena itu, dia meminta, para pelaku usaha tidak menekan su­plai komoditas di pasaran, dengan melakukan penimbunan dengan tujuan harga naik untuk mendap­atkan untung lebih banyak.

"Bagi dunia usaha, jangan coba-coba melakukan penim­bunan pangan, terutama bahan pokok," tegasnya.

Enggar mengatakan, saat ini sudah ada Peraturan Presiden yang mengatur masa penyim­panan barang yang diperbole­hkan, yaitu selama tiga bulan. Namun, menurutnya aturan ini kurang efektif sehingga jangka waktu yang ditetapkan perlu dipersingkat.

Dia juga meminta, Pemerintah Daerah (Pemda) dapat ikut terli­bat mengawasi mengawasi pen­imbunan di daerah. Enggar juga menegaskan bahwa para pejabat eselon Inantinya juga akan turun langsung melakukan razia.

"Dulu saya pernah tolak Un­dang-Undang Subversif. Tapi ini perlu juga dalam perdagangan. Kita juga imbau di daerah agar tidak lakukan penimbunan, kar­ena kalau tidak akan kita sita," tambahnya.

Selain itu, untuk menekan harga bahan pokok di pasar, dia mengatakan, pemerintah akan menetapkan harga batas atas dan batas bawah pada pen­jualan bahan pangan. Aturan ini merupakan lanjutan dari skema harga pokok penjualan (HPP) yang diterapkan oleh pemerin­tah dalam menentukan harga. Jakarta ditunjuk untuk menjadi pilot project program ini.

Ditargetkan, aturan ini akan rampung pada pekan ini. Hanya saja, hingga saat ini aturan tersebut masih akan kembali di bahas bersama di kantor Menko Perekonomian. "Tunggu saja pengumumannya," jelasnya.

Kebijakan ini, menurutnya, berguna untuk memastikan bahwa harga di tingkat kon­sumen, pasar induk dan petani tidak merugikan seluruh pihak. Sebab, dalam kebijakan ini Bulog nantinya juga akan men­jamin penyerapan pasokan untuk menstabilkan harga.

"Margin keuntungan jan­gan terlalu besar. Kita tidak akan mentolerir mereka yang mengambil margin keuntungan besar yang tidak beretika," tukasnya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indone­sia Ngadiran mempertanyakan, rencana Kementerian Perdagan­gan tersebut yang akan menjadi payung hukum untuk melakukan razia pedagang. Menurut dia, pemerintah sudah mempunyai aturan mengenai larangan men­imbun bahan pokok.

"Jika ada aturan baru harus jelas batasannya dan siapa yang bertanggung jawab melakukan­nya. Jangan sampai aturan razia gudang ini dijadikan ladang un­tuk mengganggu pedagang oleh oknum tertentu," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Selain itu, dia juga menyindir pemerintah yang hanya berani melakukan razia kepada peda­gang saja. Sedangkan, perusa­haan besar tidak pernah disentuh oleh pemerintah. Misalnya, saat harga daging mahal.

"Pemerintah hanya meng­gerebek yang kecil dan sedang saja. Sementara yang besar-besar tidak. Bahkan, tidak berani memberikan sanksi," katanya.

Sementara terkait dengan rencana penetapan harga batas bawah dan batas atas untuk bahan pokok, Ngadiran bilang, sulit terealisasi dipasar selama harga di hulunya atau sum­bernya mahal. Belum lagi biaya transportasinya juga tinggi.

"Jika barang dari pemerintah atau Bulog mungkin bisa, sep­erti gula dan beras. Tapi kalau bukan akan sulit dilakukan," tukasnya. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya