Berita

Nur Alam/Net

Hukum

KPK Menggigit Gubernur Sultra

Tunjukkan Kekuatannya Masih Ada
RABU, 24 AGUSTUS 2016 | 08:33 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

KPK ternyata masih bisa menggigit. Kemarin, lembaga anti korupsi ini mentersangkakan Gubernur Sulawesi Tengara Nur Alam. Diduga, Nur Alam mendapat imbal jasa atas perannya menerbitkan SK izin usaha pertambangan.

Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan yang dimulai sejak tingkat penyelidikan. "Kita temukan dugaan tindak pidana korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan tahun 2009-2014. Penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup dan menetapkan NA, Gubernur Sulawesi Tenggara sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief di Gedung KPK, kemarin.

Orang nomor satu di Pemprov Sultra itu, diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.


Dia mengeluarkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).

PT AHB merupakan perusahaan pertambangan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. PT AHB melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco. "SK tersebut diduga dikeluarkan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Laode.

Diduga ada imbal jasa atau kickback yang diterima Nur Alam dalam mengeluarkan SK IUP kepada PT AHB. Sebab, ditemukan adanya sejumlah bukti transfer ke rekening Nur, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Kick back itu yang saat ini tengah ditelusuri KPK. "Info rekening sudah kami dapatkan dari PPATK, jadi semuanya berjalan lancar. Kami sudah dapat beberapa bukti transfer, tapi belum bisa mengeluarkannya karena masih diakumulasi. Jumlahnya cukup signifikan," ungkap Laode.

Berdasarkan informasi yang diterima wartawan, jumlah uang yang dikirim ke rekening Nur Alam sebesar US$ 4,5 juta. Hal itu merupakan hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK). Namun menurut Laode, jumlah itu baru sebagian dari keseluruhan uang yang ditransfer ke rekening Nur Alam dari pihak PT AHB.

"Salah satu angka yang dipakai adalah laporan dari PPATK. Data PPATK itu hanya sebagian dari bukti yang ditemukan KPK," ujarnya.

KPK pun melakukan penyelidikan yang intensif kepada pihak pemberi kickback. KPK masih tengah mencari bukti-bukti yang cukup untuk menjerat pihak pemberi, salah satunya dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat.

Sejumlah tempat itu di antaranya di Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, kantor Dinas ESDM, serta sejumah rumah. "Statusnya belum bisa kita keluarkan sekarang, karena hasil penggeledahan masih di lapangan sehingga belum bisa melaporkan apa saja dokumen yang diambil," ucap Laode.

Pun demikian dengan kerugian negara akibat perbuatan yang dilakukan Nur Alam ini. Menurut Laode, hal ini juga tengah dalam penghitungan. KPK akan menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Atas perbuatannya, Nur Alam dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, pada 2015, nama Nur Alam tersangkut isu rekening gendut. Dari temuan PPATK, Nur Alam diindikasikan menjadi satu dari 10 kepala daerah yang memiliki rekening gendut.

Kejaksaan Agung sempat menyelidiki dugaan pencucian uang itu. Dari hasil penyelidikan Kejagung, ditemukan fakta kalau Nur Alam menerima sejumlah aliran uang dalam jumlah yang fantastis. Jumlah uang yang ada di rekening Nur Alam mencapai US$ 4,5 juta. Uang itu diduga ditransfer dari pengusaha tambang asal Taiwan untuk mengamankan wilayah konsensi tambangnya di wilayah Sultra.

Diketahui, Nur Alam menerima US$ 4,5 juta itu dari empat kali transfer dalam bentuk polis asuransi bank di Hong Kong. Sayangnya, Kejagung menghentikan penyelidikan dugaan pencucian uang Nur Alam tersebut tanpa alasan jelas.

KPK mengakui, ada benang merah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Nur Alam dengan kasus dugaan pencucian uang itu. "Kejagung dan KPK tentu akan koordinasi," tegas Laode.

Tak menutup kemungkinan, KPK akan melakukan penyelidikan hasil pengembangan dugaan korupsi yang sudah menjeratnya. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya