Masyarakat Batam yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang Galang (Himad Purelang) meminta seluruh struktur pemerintah baik tingkat pusat, Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Batam tidak melahirkan kebijakan yang bertentangan dengan perundang-undangan.
Terutama terhadap regulasi yang mengatur pertanahan dan kelautan di rangkaian kepulauan Rempang Galang Batam yang dahulu masuk menjadi wilayah eks penunjukan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Otorita Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) yang ternyata tidak jadi terealisasi.
"Diduga kuat pemerintah daerah sudah terdeteksi memanfaatkan konflik pertanahan antara masyarakat dan Otorita BP Batam untuk mengambil keuntungan. Dengan cara melahirkan perizinan yang diberikan kepada perusahaan swasta nasional dan asing," sebut Rani selaku ketua Pengawas Himad Purelang dalam keterangannya (Selasa (23/8).
Padahal kebijakan yang dibuat pemda sudah bisa dikategorikan masuk ranah pidana dan terkategori objek gugatan tata usaha negara. Untuk itu, masyarakat Batam memeinta pihak pemda tidak bermain api dengan cara merekomendasi apalagi sampai memberikan izin apapun baik untuk pengelolaan laut sekitar kepulauan Rempang-Galang. Apalagi kalau sampai berani mengeluarkan izin untuk bisnis galangan kapal serta penampungan barang di pulau-pulau tersebut.
"Kami prediksi izin-izin apapun yang dikeluarkan pemda akan sangat rentan menjadi penyebab semakin kompleksnya permasalahan yang nanti harus diselesaikan pemerintahan Presiden Jokowi," beber Rani.
Oleh karenanya, sembari menunggu kebijakan dari Presiden dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Pemkot Batamk maupun Pemprov Kepulauan Riau tidak boleh melangkahi dengan dalih apapun.
Untuk itu, Himad Purelang berharap, pihak-pihak terkait di Batam berdiam diri lebih dulu sampai persoalan yang ada dituntaskan Presiden Jokowi. Setelahnya baru dipersilahkan mengeluarkan perizinan apapun yang disyaratkan peraturan.
"Dari sisi masyarakat saja kami bisa melihat bahwasanya pemda di sana seperti tidak memperdulikan apa yang sedang dilakukan oleh pemerintah pusat. Perilaku itu bagi orang awam saja sudah bisa diartikan sebagai sesuatu pembangkangan, apalagi jika hal itu dilihat dari kaca mata kekuasaan negara," jelas Rani.
Untuk diketahui, Himad Purelang sendiri merupakan organisasi yang terdaftar di Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM RI dengan nomor AHU-00302.60.10.2014.
Dalam upaya menemui Presiden Jokowi, Himad Purelang mengontrak rumah di Jalan Pleret Dalam IV, Kampung Gayam Sari, RT 03 RW 11, Banyuanyar, Kecamatan Banjarsari, Surakarta untuk dijadikan posko. Sejak 2008 warga Batam kerap mendapat ketidakadilan saat mengupayakan hak untuk mendapatkan pelepasan tanah negara menjadi milik rakyat di rangkaian pulau-pulau Rempang-Galang, Provinsi Kepulauan Riau.
[wah]