Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selangkah lebih maju dari Kejaksaan Agung RI terkait penetapan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam sebagai tersangka.
Bahkan KPK mulai menelisik dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan Nur Alam.
Kasus TPPU Gubernur Nur Alam pernah ditelisik oleh Kejagung. Namun dengan alasan belum cukup bukti, Kejagung enggan menaikan status Nur Alam sebagai tersangka kasus rekening gendut dan TPPU.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif memastikan pihaknya tak berhenti pada kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra, tahun 2009-2014.
Penyidik bakal mendalami kemungkinan adanya TPPU yang dilakukan Nur Alam sebagai bagian dari pengembangan kasus sebelumnya.
Menurut Laode, bila ditemukan dua bukti yang cukup tekait pencucian uang Nur Alam, KPK langsung mentapkannya kembali menjadi tersangka.
"Sedang dikaji apakah ada kemungkinan tindak pidana pencucian. Bukti-bukti lain yang berhubungan dengan TPPU itu juga akan dipelajari," ujar Laode di Kantornya, jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (23/8).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Gubernur Sultra, Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra, tahun 2009-2014.
Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
"Diduga, penerbitan SK dan izin tidak sesuai aturan yang berlaku, dan ada kick back yang diterima Gubernur Sultra," kata Laode Syarif.
Dalam kasus ini, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
[zul]