Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman beserta istri Tin Zuraida mendapat fasilitas kesehatan di Rumah Sakit Siloam Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Semanggi, Jakarta.
Hal tersebut terungkap saat Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan percakapan pesan Blackberry Messenger (BBM) milik Doddy, terdakwa kasus dugaan suap pengamanan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) Grup Lippo di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (22/8).
"Tolong aturkan Pak Wu MRA kepala n jantung di MRCCC 7 Nov jam 1.30 pm sekalian Ibu Wu MSCT utk kepala n jantung Tq," kata Doddy dalam pesan BBM yang dibeberkan Jaksa.
Pesan BBM yang berisi memo untuk memberikan fasilitas kepada Nurhadi dan istri itu dikirim Doddy pada 6 Oktober 2015 lalu. Dalam pesan BBM selanjutnya Doddy membeberkan nama serta tanggal lahir Nurhadi dan istri sebagai data pemeriksaan pasien.
"Nama: Nurhadi SH, MH. TTL: Kudus 19-06-1957. Nama: Tin Zuraida SH, M,KN. TTL: Surabaya, 29-09-1960. Pak Stevanus ini nama2 & tanggal lahir untuk tgl 7 Nov 15 hari Sabtu, tks," sambung Doddy dalam pesan BBM.
Setelah membeberkan pesan singkat Doddy, Jaksa kemudian mengkonfirmasi soal fasilitas pemeriksaan kesehatan untuk Nurhadi dan istrinya di RS MRCCC itu. Doddy mengakui, pesan dalam BBM tersebut atas atensi dari ajudan Nurhadi.
"6 Oktober 2015 ada memo tolong aturkan pak WU ke MRCCC?" kata Jaksa menanyakan kepada Doddy.
"Ya, itu dari ajudan pak Nurhadi," kata Doddy menjawab.
Lebih jauh Jaksa menanyakan terkait kepemilikan RS Siloam, kepada Doddy. Namun, Doddy berdalih tak mengetahuinya.
"RS Siloam itu milik siapa?" ujar Jaksa.
"Nggak tahu," ujar Doddy.
Diketahui dalam persidangan kasus dugaan suap pengamanan PK grup Lippo di PN Jakpus terkuak sejumlah fakta mengenai peran Nurhadi.
Mulai dari orang yang memerintahkan Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PT Across Asia Limited (AAL) ke MA hingga disebut "promotor" dalam setiap memo target penyelesaian kasus grup Lippo.
Seperti, fakta bahwa Nurhadi meminta percepatan pengiriman berkas anak perusahaan Lippo Group yang sedang bersengketa di PN Jakpus.
Pada 30 Maret 2016, Edy terdakwa dalam kasus ini, pernah dihubungi Nurhadi untuk mengirim berkas perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media segera dikirimkan ke MA. Padahal, batas waktu pengajuan pendaftaran PK salah satu anak perusahaan di Grup Lippo itu sudah lewat
Permintaan Nurhadi tersebut tertulis dalam surat dakwaan terdakwa Doddy Aryanto Supeno. Doddy diketahui merupakan pegawai PT Artha Pratama Anugera yang merupakan anak perusahaan grup Lippo.
Selain itu, dalam persidangan lanjutan yang menghadirkan karyawan bagian legal PT Artha Pratama Anugerah, Wresti Kristian Hesti sebagai saksi, menyebut banyak perkara di PN Jakpus yang disertai memo ke promotor. Wresti menyebut promotor yang dimaksud adalah Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Belakangan, saat Nurhadi dihadirkan menjadi saksi, dirinya membantah tuduhan Promotor kepadanya. Nurhadi mengaku banyak pihak yang sering mencatut namanya untuk mempermudah perkara.
Nurhadi juga membantah bahwa dokumen yang disobek merupakan berkas perkara Grup Lippo melainkan perkara putusan Bank Danamon. Dokumen tersebut ditemukan KPK dalam pengeledahan di rumah Nurhadi.
Dalam kasus ini, Doddy didakwa memberi suap sebesar Rp150 juta kepada panitera PN Jakpus, Edy Nasution. Uang sebesar Rp150 juta tersebut diberikan agar Edy Nasution, menunda proses "aanmaning" atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT AAL. Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan undang-undang.
Doddy didakwa melakukan penyuapan secara bersama- sama dengan pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. [zul]