Berita

jaya suprana/Net

Jaya Suprana

Permohonan Demi Rakyat Dan Presiden

SABTU, 20 AGUSTUS 2016 | 10:52 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

20 Agustus 2015, tiga hari setelah hari perayaan 70 Tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, penggusuran terhadap warga Kampung Pulo mulai dilaksanakan sebagai awal serial penggusuran yang dilanjutkan di Kali Jodo, Pasar Ikan dan entah dimana lagi.

Akibat penggusuran terhadap warga Kota Jakarta termasuk PKL, tukang becak, delman, pedagang asongan itu, muncul pendapat bahwa Presiden Jokowi tidak menepati janji yang tersurat di dalam kontrak politik berjudul "Jakarta Baru: Pro Rakyat Miskin, Berbasis Pelayanan dan Partisipasi Warga" yang ditandatangani pada tanggal 15 September 2015 di Penjaringan, Jakarta oleh Ir. H. Joko Widodo sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta 2012-2017 disaksikan Jaringan Rakyat Miskin Kota Jakarta, Serikat Becak Jakarta, Komunitas Juang Perempuan dan Urban Poor Consortium.

Di dalam kontrak politik yang salinan elektroniknya beredar luas di masyarakat tergusur memang secara hitam di atas putih tertera bahwa warga dilibatkan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah serta perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program pembangunan kota. Kemudian juga dijanjikan secara tertulis tentang pemenuhan dan perlindungan hak-hak warga kota meliputi legalisasi kampung yang disebut ilegal dengan cara kampung yang sudah ditempati warga selama 20 tahun dan tanahnya tidak dalam sengketa maka akan diakui haknya dalam bentuk setifikat hak milik.


Pemukiman kumuh tidak digusur tapi ditata dengan cara pemukiman kumuh yang berada di atas lahan milik swasta atau BUMN akan dilakukan negosiasi dengan pemilik lahan. Gubernur akan menjadi mediator supaya warga tidak kehilangan haknya. Pembangunan Jakarta akan dimulai dari kampung-kampung miskin. Perlindungan dan penataan ekonomi informal: PKL, becak, nelayan tradisional, pekerja rumah tanga, asongan, pedagang kecil dan pasar tradisional.

Bahwa pada kenyataan ternyata yang terjadi adalah penggusuran maka berbagai pihak menganggap bahwa Presiden Jokowi tidak menepati janji yang tersurat di dalam kontrak politik Jakarta Baru: Pro Rakyat Miskin, Berbasis Pelayanan dan Partisipasi Warga.

Menurut pendapat saya janji-janji Jokowi di dalam kontrak politik memang tidak ditepati namun bukan oleh Jokowi sendiri. Selama Jokowi menjadi Gubernur Jakarta, beliau menepati janji berusaha menata bukan menggusur rakyat apalagi rakyat miskin. Pejuang kemanusiaan, Sandyawan Sumardi adalah saksi hidup betapa Gubernur Jokowi sengaja datang ke Bukit Duri untuk menemui rakyat miskin demi bermusyawarah-mufakat mencari jalan terbaik untuk menata bukan menggusur pemukiman rakyat miskin. Keluarga seorang karyawan saya yang bermukim di kawasan Kali Pasir adalah saksi hidup betapa Gubernur Jokowi pernah mengirim dana Rp 39 juta bukan untuk menggusur namun membantu perbaikan rumah mereka. Mustahil Jokowi yang pernah berkisah betapa berat derita ketika rumah orangtua Jokowi digusur, akan membenarkan penggusuran.

Fakta penggusuran di Kota Jakarta mulai dilaksanakan di Kampung Pulo pada tanggal 20 Agustus 2015 berarti penggusuran dilakukan setelah Jokowi bukan gubernur Jakarta sebenarnya sudah cukup demi membuktikan bahwa penggusuran tidak dilakukan oleh Jokowi. Juga perlu diperhatikan bahwa berdasar UU otonomi daerah memang presiden tidak boleh campur tangan ke dalam kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Maka dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri untuk memohon kepada pihak yang berwenang untuk sebelum melakukan penggusuran terlebih dahulu berkenan bermusyawarah-mufakat dengan rakyat yang akan digusur demi bersama mencari cara tetap melaksanakan pembangunan tanpa mengorbankan rakyat. Permohonan juga saya ajukan kepada pihak yang berwenang agar berkenan menepati janji-janji yang telah tertuang di dalam Kontrak Politik Jakarta Baru agar jangan sampai Presiden Jokowi dituduh ingkar janji.

Permohonan saya ajukan bukan demi kepentingan diri saya sendiri yang kebetulan beruntung tidak mengalami nasib tergusur, namun demi melindungi reputasi kerakyatan Presiden Jokowi dan demi meringankan beban derita rakyat tergusur. Apabila permohonan saya dikabulkan, saya tidak mampu berbuat banyak kecuali memanjatkan doa permohonan kepada Yang Maha Kasih untuk senantiasa melimpahkan anugerah rahmat dan kurnia-Nya kepada mereka yang berkenan peduli nasib rakyat tergusur. Amin. [***]

Penulis adalah budayawan pembelajar makna kemanusiaan dan kerakyatan

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya