Berita

Foto/Net

Hukum

KPK Vs Koruptor Menang Koruptor

Dalam Soal Remisi 17-an
KAMIS, 18 AGUSTUS 2016 | 08:01 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

KPK protes. Sejumlah LSM antikorupsi juga menyuarakan keberatan. Tapi pemerintah tetap keukeuh mengobral remisi 17 Agustusan buat 428 napi kasus korupsi. Melihat hal ini, tak heran pengamat meledek, dalam soal remisi 17-an, KPK seperti di-KO para koruptor.

Polemiksoal ini berawal saat pemerintah berniat merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. PP ini merupakan perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 1999.

PP Nomor 99/2012 mengatur sejumlah syarat pemberian remisi napi kasus narkotik, terorisme, dan korupsi. Didalamnya diatur, napi kasus korupsi akan memperoleh remisi jika melunasi denda dan uang pengganti pidana serta menjadi justice collaborator, atau pihak yang mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus korupsi. Syarat lain, pemberian remisi harus mendapat rekomendasi dari lembaga penegak hukum.


Menkumham Yasonna Laoly rupanya tidak sepakat dengan aturan itu. Alasannya, peraturan ini tak sesuai dengan filosofi kesetaraan bagi seluruh napi. Alasan lain, aturan itu ternyata berdampak kepada over capacity alias kelebihan kapasitas penjara. Dalam draft revisinya, napi kasus korupsi, terorisme, dan narkotika berhak mendapat revisi jika berkelakuan baik dan telah menjalani sepertiga dari masa pidananya.

Rencana revisi ini ditolak KPK. Alasannya simpel, mempermudah mendapatkan remisi justru akan menghilangkan fungsi penjara sebagai tempat penjeraan.

Meski revisi PP Nomor 99/2012 belum diundangkan, pemerintah tetap mengobral remisi buat para koruptor. Tercatat, kemarin 428 napi kasus korupsi, dan 27 terpidana kasus terorisme mendapat remisi 17-an. Remisi juga diberikan kepada 12.161 napi kasus narkotika.

Mereka yang mendapat remisi antara lain terpidana kasus korupsi Wisma Atlet, dan pencucian uang, M Nazaruddin, dan terpidana kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan. Nazar mendapat remisi 5 bulan, sementara Gayus mendapat remisi 6 bulan. Pada Idul Fitri lalu Nazar juga mendapat remisi 1,5 bulan. Nazar mendapat pidana 13 tahun penjara, sedang Gayus 30 tahun penjara.

Ditanya soal ini, Menteri Yasonna beralasan para napi itu telah memenuhi syarat perundangan untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan. "Kalau sudah memenuhi syarat tapi tidak diberikan (remisi), artinya menghukum dua kali. Sangat tidak adil," kata Yasonna, usai memimpin Upacara HUT ke-71 Kemerdekaan di kantornya, Jakarta, kemarin.

Menteri asal PDIP ini menyebutkan bahwa para napi itu sudah mendapatkan ganjaran dengan dipenjara di ruangan sempit, dengan kapasitas yang berlebihan. "(padahal) Mereka juga anak bangsa, tidak ada bedanya," ucapnya. Dia berujar, pemidanaan saat ini bukan lagi penghukuman seperti zaman dahulu. Di dalam penjara, para napi sudah mendapat pembinaan, dan pemasyarakatan.

Bagaimana tanggapan KPK? Ketua KPK Agus Rahardjo bilang, posisi KPK tetap menolak revisi tersebut. Karena revisi menghilangkan syarat remisi bagi kejahatan luar biasa. Kata dia, saat ini pemberian hukuman bagi koruptor belum memberikan efek jera. Kok malah mau dikurangi. Agus melanjutkan, KPK juga telah mengirimkan biro hukum dalam rapat pengkajian revisi PP tersebut. "Ya kalau kemudian tidak sepakat dengan saran kami, saya perintahkan untuk walk out dari rapat itu," ujarnya.

Menurut Agus, alasan kelebihan kapasitas lapas tidak bisa dijadikan landasan untuk menghilangkan syarat remisi bagi napi koruptor. Karena tidak sesuai dengan semangat untuk memberi efek jera kepada koruptor. Karena itu, Agus bilang akan menyurati Kemenkumham dengan tembusan Presiden Jokowi. Tujuannya agar pemerintah tak jadi melakukan upaya yang meringankan hukuman bagi napi kasus korupsi. "Mudah-mudahan menjadi perhatian presiden," ucapnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Padjajaran (Unpad) Yesmil Anwar justru mempertanyakan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Menurut dia, pemberian kemudahan remisi bagai koruptor sama saja menganggap korupsi bukan kejahatan extra ordinary crime. Yesmil mengatakan, menteri seharusnya berpihak kepada kepentingan masyarakat banyak. Bukan kepada koruptor.

Artinya, dalam memandang persoalan hukum, menteri harus berpikir progresif dan responsif. Berpikir maju dan merespons keadaan masyarakat dan memberi keadilan kepada masyarakat. Agar pemberantasan korupsi tidak hanya oleh penegak hukum tapi juga di hulu. PP yang mengatur pengetatan remisi bagi terpidana korupsi adalah sebuah terobosan untuk membuat efek jera terhadap koruptor. Tujuan efek jera, agar pelaku tidak mengurangi kejahatan yang sama. Juga agar mencegah orang lain melakukan pidana yang sama. "Menteri sepertinya tidak punya prioritas dalam menata peraturan di lingkungannya," kata Yesmil.

Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW Tama S Langkun meminta pemerintah memikirkan ulang revisi tersebut. Menurut dia, salah satu masalah terbesar pemberantasan korupsi ialah ringannya putusan pengadilan. "Usul hukuman seperti pencabutan hak politik dan perampasan harta seharusnya menggenapi setiap hukuman," kata Tama.


Dalam catatan ICW, selama Januari-Juni 2016 telah terjadi 325 kasus korupsi yang rata-rata divonis 25 bulan penjara. Belum lagi ada remisi, pembebasan bersyarat, dan sel mewah. Padahal, total kerugian negara mencapai Rp1,49 triliun. "Di mana efek jeranya? Seharusnya kita memperkuat pemberantasan korupsi jangan melemahkan. Jika remisi tetap diobral, kerja KPK menangkapi koruptor seperti percuma. Ujung-ujungnya koruptor juga yang menang," pungkasnya. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya