Sikap tegas Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyemprit PT Taspen dipuji Serikat Pekerja BPJS Ketenagakerjaan yang tengah menggelar Musyawarah Nasional (Munas) VI dihadiri 348 pengurus dari seluruh Indonesia di Purwakarta, Jumat (12/8).
"Pernyataan yang disampaikan Menaker itu sudah bright and clear terkait pengelolaan jaminan sosial bagi pekerja di luar PNS," kata mantan Ketua Serikat Pekerja BPJS Ketenagakerjaan 2005-2010, Abdul Latif Algaff di tengah berlangsungnya Munas Serikat Pekerja BPJS Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, Menaker Hanif Dhakiri mengingatkan, sebelum bergabungnya PT Taspen dan Asabri kedalam BPJS Ketenagakerjaan di tahun 2029, kedua lembaga itu seyogyanya hanya melakukan pengelolaan jaminan sosial bagi PNS.
Ketua Umum SP BPJS Ketenagakerjaan Abdurrahman Irsyadi dalam Munas mengadukan kehadiran PT Taspen yang sudah keluar jalur. PT Taspen dalam penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian sesuai dengan Bab II Pasal 4 PP Nomor 70 tahun 2015 cakupan kewenangannya hanya diperuntukkan bagi calon PNS, PNS dan PPPK. Namun, fakta di lapangan cakupan perluasan dilakukan PT Taspen sudah keluar dan merambah yang bukan kewenangannya seperti masuknya tenaga honorer yang mestinya menjadi kewenangan BPJS Ketenagakerjaan sesuai UU No 24 tahun 2011. Hal itu di kemudian hari dikuatirkan menjadi masalah dan menimbulkan gesekan di lapangan, sehingga perlu dikembalikan sesuai filosofi pengelolaan jaminan sosial.
Menurut Latif yang juga mantan Ketua Umum Serikat Pekerja BUMN, apa yang disuarakan serikat pekerja BPJS Ketenagakerjaan sudah benar. Karena, keberadaan serikat pekerja BPJS Ketenagakerjaan bukan hanya bertanggungjawab yang menyangkut ke dalam, tapi juga yang berkaitan pada program jaminan sosial agar bisa berjalan dengan tepat.
Demikian pula, tuntutan mengembalikan program Jaminan Hari Tua (JHT) agar diberikan waktu paling tidak 5 tahun satu bulan setelah menjadi peserta.
"Masukan yang diberikan bukan hanya bisa diterima dengan akal sehat, tapi ada argumen bagaimana sistem jaminan sosial bisa berjalan sesuai dengan cita cita. Apalagi karyawan BPJS Ketenagakerjaan yang merasakan sehari hari dan tahu betul suka duka memajukan program jaminan sosial bagi pekerja," imbuhnya.
Beberapa masukan yang diberikan seperti mengembalikan filosofi JHT, karena memang jaminan sosial merupakan the last resort bagi pekerja di masa masa tuanya. "Kalau bisa ditarik sewaktu-waktu ketika mereka masih usia produktif, ketika memasuki usia tua atau pensiun pekerja tidak memiliki pegangan lain lagi."
Pernyataan Menaker membuka diri melakukan revisi penarikan sewaktu waktu JHT pekerja pun sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 60/2015 memiliki alasan yang tepat. Karena program jaminan sosial membutuhkan kesinambungan.
"Ada banyak hal memang yang perlu dikawal serikat pekerja BPJS Ketenagakerjaan. Karena, memang Serikat Pekerja BPJS Ketenagakerjaan diamanatkan mengawal kepentingan dan program jaminan sosial agar berjalan dengan benar," terangnya.
Apalagi, selama 17 tahun Serikat Pekerja BPJS Ketenagakerjaan berdiri, serikat sudah mengambil sikap meningkatkan kelembagaan, peran jaminan sosial berjalan ke arah yang lebih baik.
[sam]