Berita

Hukum

Janda Tua Laporkan Artidjo Cs Ke KY

JUMAT, 12 AGUSTUS 2016 | 19:35 WIB | LAPORAN:

Perjuangan Vera Deliana Panggabean untuk mencari keadilan seolah tidak mengenal kata lelah. Setelah merasakan pahitnya putusan akhir di Mahkamah Agung (MA), kini janda tua tersebut harus mondar mandir Medan-Jakarta untuk mempertanyakan laporannya ke Komisi Yudisial (KY), terutama soal dugaan pelanggaran etik hakim agung Artidjo Cs dalam penanganan kasasi kasus penyerobotan lahan dan rumahnya di Jalan S. Parman nomor 320, Medan, Sumatera Utara.

Hingga kini dirinya terpaksa harus menginap di Jakarta guna mengetahui putusan MA. Bagaimana tidak, setelah menang di Pengadilan Negeri Medan dengan vonis lima bulan terhadap Martinus Tambunan dan Emmy Sri Mauli Tambunan, justru putusan di tingkat kasasi yang terregister nomor 1315K/PID/2012 dengan majelis hakim Artidjo Alkostar (ketua), Sofyan (anggota) dan Sri Murwal Yuni (anggota), hasilnya bertolak belakang.

Sejatinya, perkara ini tak bisa sampai kasasi lantaran melanggar Surat Edaran MA Nomor 8/2011 mengenai Keputusan Bersama antara MA dan KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Kasasi kasus ini juga diduga melanggar 45 A UU MA, ayat b yang berbunyi perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau diancam pidana denda.


Jurubicara MA, Suhadi menjelaskan, proses adminitrasi berperkara di MA mulai dari kasasi yakni dilakukan oleh pengadilan pengaju.

"Kasasi di tingkat pertama sudah ada pedomannya. Persyaratan lengkap, kemdian kelengkapan itu diteliti setingkat direktur di MA.Setelah itu lengkap, baru diteliti panitera muda. Setelah itu lolos baru diberi nomor. Itu prosedurnya," urainya.

"Kalau sudah bernomor berarti itu sudah lengkap. Kalau keberatan silakan dimuat pada memori kasasi, kabul atau tolak," imbuhnya.

Namun sejauh ini kasus ini telah mendapat rekomendasi dari KY untuk diteliti ada tidaknya penyalahan prosedur atau aturan.

"Kalau ada rekomendasi dari KY kalau hakim di MA salah maka akan diteliti dengan berpedoman pada kode etik," kata Suhadi lagi.

Kasus ini berawal dari jual-beli, pada 5 Maret 1977, antara Ny. Theodora Tambunan dan Ny. Erica Tampubolon (mertua Vera) atas sebidang tanah beserta bangunan yang berlokasi di Jalan S. Parman No. 320 Medan. Jual-beli itulah yang akhirnya menjadi persengketaan.

Setelah terjadi serah terima rumah dan sertifikat HGB No.31, keluarga Ny. Erica Tambunan pun langsung menempati rumah tersebut. Berselang beberapa bulan kemudian, tepatnya 13 September 1978, berbekal niat baik, keluarga Ny. Erica Tampubolon mempercayakan kepada Drs. Gandhi Tambunan yang merupakan anak dari Ny. Theodora Tambunan untuk membalik nama sertifikat tanah dan bangunan tersebut. Namun lacur, sampai Ny. Erica Tampubolon meninggal dunia pada akhir tahun 1988, sertifikat tersebut tak kunjung dikembalikan lagi.

Seperti yang dikemukakan Vera Panggabean, sebagai ahli waris yang menempati rumah tersebut, sepeninggal Ny. Erica Tampubolon dikagetkan dengan datangnya para juru sita dari Pengadilan Negeri Medan. Rumah tersebut akan diletakkan sebagai sita jaminan karena adanya sengketa antara Ny. Marisitua Tampubolon dengan Ny. Theodora Tambunan dan Drs. Gandhi Tambunan. Ternyata sertifikat yang dulu diserahkan, dibuat sebagai jaminan untuk bisa hutang kepada orang lain.

Ironisnya, setelah melalui proses perdamaian, sertifikat tersebut kembali ke tangan Gandhi dan dilanjutkan dengan mengurus peningkatan status ke BPN menjadi SHM No. 770/Kel Petisah Hulu.  

Vera pun melaporkan ke polisi dengan tuduhan penipuan dan penggelapan. Hal ini terdaftar pada LP/106/X/1995 dengan tersangka Drs. Gandhi Tambunan. Namun, kasus ini dihentikan penyidikannya setelah 14 tahun kemudian dengan terbitnya No.Pol SP. Sidik/392a/IX/2009 dengan alasan tidak cukup bukti.    

Mendapat kenyataan demikian, Vera melakukan upaya hukum Administrasi Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara untuk pembatalan SHM No. 770 sekaligus melakukan upaya hukum Perdata ke Pengadilan Negeri Medan agar sertifikat HGB No.31 dikembalikan lagi kepadanya.

Vera dimenangkan pada tingkat pertama (perdata) dan menang juga pada tingkat pengadilan tinggi. Namun, kemudian pil pahit diterimanya ketika para tergugat melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Amar putusan Kasasi menolak gugatan penggugat seluruhnya.[wid]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya